Mohon tunggu...
Siti Nur Hasanah
Siti Nur Hasanah Mohon Tunggu... Administrasi - Guru/PNS

Istri/Ibu/Guru yang senantiasa melangitkan doa yg terbaik. Silahkan follow blog saya: http://nurhasanahsmpn5.blogspot.com/ twitter: @SitiNHS / Facebook: Siti Nur Hasanah

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menantu dan Anak Lelaki Durhaka

6 Juni 2014   07:45 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:04 2188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja temaram mulai menampakkan diri ketika aku menyempatkan diri untuk bersih-bersih rumah, setelah seharian aku tinggal menunaikan kewajibanku sebagai pendidik anak bangsa. Mengais rizeki-Nya di kota Surabaya. Sementara kami sekeluarga tinggal di kabupaten Gresik.

Saat aku asyik menyapu lantai teras rumah, tiba-tiba aku melihat Bapak-Bapak, para tetanggaku menurunkan sebuah keranda dari atas mobil pick up hitam. Seketika aku kaget dan lari keluar untuk mendapatkan informasi, siapakah gerangan yang telah berpulang ke Rahmatullah. Setelah mendapatkan informasi, segera aku bergegas masuk ke dalam rumah untuk memberitahu suamiku agar ikut membantu.

Setelah suamiku ke tempat duka, aku kembali melanjutkan menyapu lantai yang belum tuntas. Sambil mengingat kembali bagaimana kehidupan Bapak Tua yang hampir setahun ini tinggal di gang depan rumahku (kira-kira seratus meter dari rumahku).

Aku ingat ketika pertama kali beliau menempati rumah kontrakan itu sebelum bulan puasa tahun yang lalu. Beliau tinggal hanya dengan anak lelakinya (menurut informasi, anak tertua), yang dalam kondisi sedikit terganggu pikirannya. Sementara si Bapak pun sepertinya juga menidap penyakit TBC. Istrinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Tanpa terasa, di detik terakhir aku hampir tuntas bersih-bersih rumah, berkumandanglah Adzan Maghrib. Aku bergegas membersihkan diri, berwudlu’ dan menunaikan Shalat Maghrib sendiri karena suami masih di rumah duka.

Seusai Shalat Maghrib dan suami sudah pulang untuk bersiap-siap berangkat kerja (masuk malam), aku mengajak tetanggaku untuk segera ke rumah duka. Siapa tahu tenaga kami sangat dibutuhkan. Saat kami memasuki rumah duka, mayat belum dimandikan. Masih disiapkan segala keperluannya oleh para tetangga. Di dalam rumah duka, kutemukan beberapa bungkus bunga untuk pemakaman masih tergeletak di lantai. Aku tanya kepada ketiga wanita yang ada di dalam rumah (setelah kuketahui, ternyata mereka para menantu almarhum), mengapa bunganya belum diapa-apakan. Mereka pada menjawab tidak tahu mau diapakan. Tanpa banyak tanya lagi, bunga-bunga itu aku rangkai sebisaku dan seindah mungkin sebagai penghormatan terakhirku kepada almarhum.

Sambil merangkai bunga, mataku melihat keliling seisi rumah. Tiba-tiba ada yang nyesek di dadaku karena di dua kamar yang ada, tak ada satu pun alas tidur yang layak, yang bisa dipakai untuk alas tidur almarhum dan anaknya selama ini. Padahal kondisi keduanya sama-sama sangat memprihatinkan. Mataku terasa panas karena menahan air mata yang berdesakan ingin segera tumpah. Betapa sengsaranya kehidupan almarhum dan putra tertuanya selama ini. Apalagi kondisi seperti itu, tidak menyentuh hati anak-anak dan menantu beliau.

Ketika aku asyik merangkai bunga dengan segala rasa yang berkecamuk di dalam dada, tiba-tiba mataku menatap sebuah karangan bunga duka yang indah, ucapan belasungkawa dari salah satu perusahaan terbesar penghasil semen di kabupaten Gresik. Hatiku semakin seperti disayat-sayat setelah mengetahui bahwa ketiga wanita yang di dalam rumah itu adalah menantunya. Mereka para istri dari ketiga putra almarhum, dan ternyata ketiga putra beliau pekerjaannya lumayan mapan. Penampilan ketiga menantunya pun tampak serba berkecukupan.

Menyaksikan pemandangan yang menyedihkan di depan mata, ingin rasanya ketiga menantu itu aku ceramahin. Koq tega-teganya memperlakukan ayah mertuanya seperti itu hingga di akhir hayat beliau. Terlebih lagi kepada ketiga putranya. Sedemikian takutnyakah dengan para istrinya, sehingga tidak bisa merawat dan menghidupi ayahandanya dengan layak. Siapakah yang telah merawat dan membesarkan mereka? Bisakah mereka terlahir di dunia ini tanpa keberadaan ayahnya? Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benakku melihat semua ini.

Betapa pedihnya sebagai orang tua yang dalam kondisi sudah tua, tidak berdaya, setelah bertahun-tahun mengasuh, merawat, dan membesarkan putra-putranya, menemui kenyataan putra dan menantunya tidak peduli dan menyia-nyiakannya.

Tidak ingatkah mereka, saat-saat bagaimana ayahnya di tengah-tengah kesibukan yang memilukan, beliau pergi setiap hari demi memenuhi keperluan, kebutuhan, dan beaya hidup seluruh keluarga yang tidak sedikit, tanpa memperdulikan betapa sengatan terik mentari.

Tidak ingatkah mereka, betapa ayahnya telah menyekolahkan supaya dapat menuntut ilmu yang banyak, manfaat lagi berguna bagi nusa dan bangsa. Beliau telah membeayai semua keperluan sekolah. Beliau mencintaimu dengan setulusnya dan senang apabila melihat anak-anaknya selalu dalam kesenagan dan kegembiraan. Beliau juga mengharapkan bahwa kelak anak-anaknya akan menjadi tumpuan segala harapan.

Sekali lagi, ingatlah! Bahwa masih seribu satu harapan kedua orang tua kepada anak-anaknya agar bisa berguna bagi bangsa, berbahagia di dunia dan akhirat. Karena itu, wajib baginya untuk membuat kedua orang tuanya mulia di dunia dan di akhirat kelak. Hendaknya mereka memohonkan kedua orang tuanya mendapat limpahan rahmat dari sisi Allah Swt. Termasuk timbal balik bagi seorang anak adalah agar membeayai dan mengurus kedua orang tuanya ketika beliau sudah tidak mampu lagi untuk membeayai hidupnya. Ketika anak-anaknya dalam kecukupan dan kedua orang tuanya tidak mampu mencukupi kebutuhannya, maka wajib bagi seorang anak untuk mengurus dan melayani keduanya. Hendaklah mereka membalas jasa-jasa sebagaimana yang pernah diterima dari kedua orang tuanya dan hendaklah seorang anak mengangkat derajat serta membuat keduanya berbahagia selamanya.

Gresik, 5 Juni 2014

Catatan Harian yang kutulis sebagai pelajaran hidup bagi putra/i-ku. Semoga kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan sholeha. Aamiin ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun