[caption id="" align="aligncenter" width="592" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas/Iwan Setiyawan)"][/caption]
Masih teringat peristiwa saat melakukan home visit siang tadi di salah satu siswa ABK yang kami terima tapi belum ada berkas pendaftaran sama sekali. Anak ini aku terima saja, meski belum menyerahkan berkas pendaftaran karena aku mendapatkan info dari orang tua murid yang berasal dari SDN yang sama bahwa anak ini ayahnya sudah meninggal dan ibunya dalam kondisi lumpuh. Mengetahui hal ini, tanpa pikir panjang, langsung saja aku terima dan langsung aku laporkan ke Dispendik Kota Surabaya via email malam itu juga.
Karena saat itu, aku dalam kondisi harus mengikuti diklat selama 5 hari. Maka aku belum bisa melakukan home visit. Hari ini, aku sempatkan untuk melakukan home visit sendiri dengan mengajak Waka Kesiswaan. Setelah sampai di rumah anak tersebut, aku menemukan kondisi yang benar-benar memprihatinkan. Masuk ke dalam rumah, kujumpai seorang Ibu yang terbaring di lantai ruang tamu. Beliau lumpuh sudah sejak setahun yang lalu. Beliau memiliki tiga orang anak, yang semuanya laki-laki.Satu-satunya penopang ekonomi keluarga adalah anak tertuanya yang menjadi buruh pabrik di daerah Sepanjang.
Sementara itu, calon murid yang kami kunjungi ini, anak ketiga. Dari kunjungan siang tadi, kami mendapatkan info bahwa anaknya yang kedua juga baru menyelesaikan kelas 9 SMP di salah satu SMP Swasta yang dekat dengan SMPN 5. Anak ini juga belum didaftarkan sekolah ke jenjang berikutnya karena tidak ada yang mendaftarkan dan karena tidak ada beaya untuk melanjutkan. Anehnya lagi, anak ini dan Ibunya belum mendapatkan pemberitahuan tentang kelulusan dari guru/wali kelasnya. Sementara itu, kami tahu kalau semua siswa di SMP tersebut lulus semua karena serayon dengan SMPN 5.
Mendengar cerita Ibu dan anak ini, setelah kami mendapatkan berkas dari calon siswa ABK yang kami butuhkan dan mendapatkan info dia kelas 9 apa serta siapa wali kelasnya, kami langsung meluncur ke SMP tempat anak kedua dari Ibu tersebut bersekolah. Sampai di sekolah tersebut, kebetulan kepala sekolah dan wali kelasnya ada di tempat. Setelah kami sampaikan niat kedatangan kami, Ibu Kaseknya tampak agak terkejut. Wali kelasnya langsung dipanggil.
Melihat wali kelasnya, kami rasanya gemes juga. Ternyata amplop pengumuman kelulusan dan PIN pendaftaran ke SMAN/SMKN masih ada padanya. Bahkan masih ada 2 lagi. Padahal besok sudah pendaftaran jalur umum. Sementara jalur Inklusif dan Mitra Warga sudah selesai seminggu yang lalu.Aku benar-benar merasa kecewa, ternyata masih ada wali kelas yang kurang peduli kepada anak didiknya. Padahal ini masalah yang sangat penting. Menyangkut masa depan anak tersebut. Apa jadinya kalau dia tidak melanjutkan sekolah.Apalagi mendengar cerita dari ibunya, sejak Unas selesai dan tidak ada pemberitahuan dari pihak sekolah, anak tersebut bekerja menjadi kuli batu. Aku masih bingung bagaimana cara membantunya. Mengikuti jalur umum sepertinya dengan NEM 25,18 ke SMAN/SMKN sudah tidak mungkin. Yang penting, langkah pertama yang kami tempuh tadi, meminta amplop hasil pengumuman kelulusan dan PIN pendaftaran dari wali kelasnya, lalu menyerahkannya kepada ibunya. Untuk langkah selanjutnya, semoga Allah Swt memberikan petunjuk dan jalan keluarnya.
Saya menghimbau kepada semua guru, terutama para wali kelas, janganlah setengah-setengah kalau mengurusi anak didik kita. Jangan sampai kejadian yang saya temui hari ini, terulang lagi kepada anak didik yang lain. Terutama yang membutuhkan uluran tangan dan bantuan kita. Marilah kita menjadi GURU yang mendidik dengan HATI. Melakukan segala sesuatunya dengan IKHLAS. Insya’ Allah ... kita akan menanam investasi di akhirat kelak. Aamiin ...
Gresik, 2 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H