Oleh karena itu, kita harus berdamai dengan inner child kita dengan cara menerima rasa trauma tersebut. Berdamai dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya mendekatkan diri kepada Allah. Dengan melakukan tasawuf yang berarti menenangkan hati dan membersihkan diri dari hal-hal yang buruk (Al-Kurdi, dalam Majhuddin, 2009).Â
Menurut Ismail, Satibi, Wahid, Yunasril, & Noer (2008), Â jika ingin menjalani tasawuf kita harus memiliki tiga aspek macam akhlak yaitu akhlak kepada Allah, dengan cara melaksanakan shalat secara niat dan bersungguh-sungguh. Selanjutnya, akhlak kepada manusia, menghargai tiap perbedaan orang-orang. Terakhir, akhlak kepada diri sendiri, dengan tidak mengikuti apa yang terjadi dunia melainkan meraih banyak-banyak pahala untuk bekal di akhirat. Dengan menjalani tasawuf maka kita akan merasakan ketenangan hati dan menjadi seorang sufi (orang paling mulia) di hadapan Allah.
Inner child bisa diatasi secara islami dengan cara mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Salah satunya adalah tasawuf sebab memiliki banyak cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pertama, Tazkiyah al-Nafs ini dapat dikatakan sebagai penyucian atau pembersihan hati, akhlak, dan penjiwaan. Menurut Azra (dalam Isma'il, Satibi, Wahid, Yunasril, & Noer 2008), Tazkiyah al-nafs terbagi menjadi tiga yaitu:
- Tazkiyat an-nafs, memperbaiki diri agar terhindar dari perbuatan yang buruk.
- Taqarrub ilaAllah, mendekatkan diri kepada Allah.
- Hudhur al-qalb ma'a Allah, merasakan bahwa Allah selalu berada didekat kita.
Kedua, Mujahadah dan Riyadhah. Mujahadah artinya menjalankan perintah-perintah baik dari Allah, melawan hawa nafsu, dan menghindari larangan-larangan. Dengan cara setiap selesai menunaikan ibadah shalat selalu berdizikir kepada Allah SWT. Namun bagi perempuan yang sedang berhalangan bisa berdzikir setiap saat. Sedangkan, riyadhah adalah melatih diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang baik dari sisi perkataan maupun perbuatan. Riyadhah memiliki tiga cara, yaitu:
- Riyadhah awam, pada lingkungan sekitar kita kepada sesama manusia selalu berkomunikasi dengan pergaulan yang positif, tidak berbuat riya, dan melakukan sesuatu dengan ikhlas.
- Riyadhah khowas, tidak perlu mempedulikan lingkungan sekitar dan perkataan orang lain tetapi hanya perlu untuk selalu berkontresentrasi kepada Allah dengan baik.
- Riyadhah khowasul khowas, menjadi satu kesatuan dengan Allah dengan berbuat baik kepada orang sekitar maupun orang lain.
Oleh karena itu, kita harus berdamai dengan inner child kita untuk tidak selalu terbayang-bayang masa lalu. Dengan berdamai dengan masa lalu yang buruk maupun baik, tidak akan menganggu pikiran kita selama melakukan hal sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
Firman, J., & Russel, A. (1994). Opening to the inner child: Recovering authentic personality. Psychosynthesis. Retrieved from http://www.synthesiscenter.org/articles/opening.pdf
Isma’il, I., Satibi, A. H., Wahid, A. M., Yunasril, A., & Noer, K. A. (2008). Ensiklopedi Tasawuf Jilid I. Bandung: Angkasa.
Julianto, V. & Bhinnety, M. E. (2015). The Effect of Reciting Holy Qur’an toward Short-term Memory Ability Analysed trought the Changing Brain Wave. Jurnal Psikologi, 38(1), 17-19. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/128278-ID-none.pdf.
Khusniyah, N. L. (2018). Peran Orang Tua sebagai Pembentuk Emosional Anak. Retrieved from https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/qawwam/article/download/782/842.
Majhudin. (2010). Akhlak Tasawuf Jilid I. Jakarta: Kalam Mulia.