Mohon tunggu...
Nur Hikmah
Nur Hikmah Mohon Tunggu... Guru - an avid learner

Tangerang - Banten

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bangga Menjadi Guru Merdeka Belajar

10 Oktober 2024   12:05 Diperbarui: 10 Oktober 2024   12:06 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Melihat fenomena guru jadi konten kreator, ada rasa haru menyeruak di dada. Tersirat dari konten tersebut "lihat saya di sini... Saya adalah seorang guru. Inilah yang saya lakukan di kelas. Murid saya bahagia. Kami bersenang-senang. Saya bangga menjadi seorang guru." Saya percaya rasa bangga ini juga dirasakan banyak guru lainnya, namun diekspresikan dengan cara yang berbeda-beda. Termasuk saya di dalamnya. Saya ekspresikan rasa bangga saya menjadi seorang guru dengan cara terus memperbaiki diri agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi murid-murid saya.

Pada bulan Maret 2010 saya mendapatkan Surat Perintah Menjalankan Tugas dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang untuk menjadi seorang guru. Mulai saat itu saya merasa bahwa bekal saya untuk menjadi seorang guru masih kurang. Empat bulan setelahnya atau tepatnya bulan Juli 2010, saya langsung melanjutkan pendidikan saya. Saya pikir, setelah itu saya akan merasa cukup. Saya akan merasa andal menghadapi murid dengan kemampuan yang saya miliki. Nyatanya itu tidak benar, karena mengajar bukan hanya sekedar transfer ilmu. Banyak dinamika terjadi dalam mengajar. Di situlah saya merasa bahwa saya harus terus belajar dan saya perlu berkumpul dengan teman sesama guru. 

Pemikiran itu, membawa saya untuk ikut aktif di kegiatan dan kepengurusan MGMP. Saya juga menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan seminar maupun pelatihan. Saya rela menempuh perjalanan dua jam berkendara motor di bulan puasa, demi untuk sampai di Pustekkom, karena ingin mengikuti pelatihan. Saya merasa sangat senang saat Kementrian Pendidikan mengadakan Pendidikan Guru Penggerak selama sembilan bulan. Sembilan bulan yang mengenalkan saya pada kata merdeka belajar.

Merdeka belajar bukan berarti murid bebas belajar semaunya sendiri, tanpa adanya pedoman atau acuan. Merdeka belajar sejatinya adalah cerminan dari semangat kemerdekaan berfikir. Dalam praktiknya, sebagai pengarah sekaligus fasilitator pembelajaran, guru memandu murid untuk: mengidentifikasi kebutuhan belajarnya, menemukan dan menumbuhkan potensinya, juga berinisiatif dalam pembelajaran. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti saya harus menghafal gaya belajar 32 murid dikalikan enam kelas. Bukan juga berarti saya mengelompokan mereka sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran berdiferensiasi adalah tentang memfasilitasi kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda. Menemukan diferensiasi yang cocok dengan kondisi lingkungan juga harus dicoba, direfleksikan, kemudian beri penyesuaian-penyesuaian. Kondisi kelas gemuk yang saya ampu tidak cocok dengan menggunakan tehnik stasiun contohnya. Kelas yang terdiri atas 36 murid dikelompokan sejumlah stasiun (ada stasiun mendengarkan, membaca, menonton video, menyusun teks, dan menggambar sesuai bahan bacaan). Dengan ruang kelas yang ada, tidak cukup membuat jarak antar stasiun ideal padahal setiap kelompok terdiri atas 6 sampai 7 orang. Sehingga murid akan saling terganggu dengan kegiatan kelompok lain di stasiun terdekatnya. Maka saya tetap memberikan kegiatan tersebut namun secara klasikal atau sebagian kegiatan dilakukan di dalam kelas dan sebagian di luar kelas.

Pembelajaran diferensiasi hanyalah salah satu dari kegiatan pembelajaran merdeka belajar. Masih banyak yang harus dilakukan selain itu, seperti menerapkan disiplin positif contohnya. Oleh karena itu merdeka belajar tidak bisa dicapai dengan bekerja sendiri, kolaborasi sangat dibutuhkan. Kolaborasi antar guru, keluarga besar satuan pendidikan juga dengan orang tua dan masyarakat. Sudahkah kita mengajak orang tua murid ikut berperan aktif dalam proses belajar? sudahkah kita mengajak ibu kantin untuk ikut serta menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman? PR kita sebagai guru masih banyak, perjalanan kita masih panjang. Namun, dengan adanya guru-guru yang mengkontenkan kegiatannya di media sosial, saya merasa saya tidak sendiri dan sepi di jalan yang panjang ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun