Pattimura adalah Ahmad Lussy. Tentu saja video tersebut mendapat banyak respon dari netizen. Sebagian membelanya dan sebagian lagi menentangnya.Â
Belakangan ini netizen digegerkan dengan sebuah video seorang ustad terkenal. Dalam video berdurasi kurang lebih 2 menit tersebut beliau mengatakan bahwasanya nama asli kapitanBagi pembelanya, ustad tersebut tidak salah karena mengutip dari sebuah buku yang berjudul Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara. Sedangkan penentangnya bersumber pada berita koran Belanda terbitan Oktober tahun 1817, mengatakan bahwa yang tertulis di sana adalah Thomas Matulessy. Saya sendiri menikmati keramaian ini. Bagi saya, ini adalah cara terbaik belajar sejarah.
Jika diingat lagi bagaimana pelajaran sejarah saat sekolah dulu, tentu tidak jauh dari menghafal. Maka saat ujianpun, pertanyaan yang akan muncul seperti: tanggal berapakah sebuah peristiwa terjadi, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut atau sebutkan apa saja butir-butir sebuah perjanjian. Jujur saja sampai saat ini saya belum mengerti apa pentingnya menghafal itu semua.Â
Dan yang terpenting, dengan menghafal seperti itu, pelajaran sejarah menjadi tidak menarik.Â
Tapi coba bayangkan belajar sejarah dengan bukan menghafal namun dengan mengajarkan siswa berfikir kritis. Sebagai contoh pada kasus yang sedang viral sekarang ini, seorang guru dapat memulai pembelajaran dengan bertanya "menurut kamu siapakah nama asli Kapitan Pattimura? apakah Ahmad Lussy atau Thomas Matulessy? beri alasan!"
Dengan cara seperti ini siswa akan mencari dan membaca berbagai sumber. Ia bukan hanya akan membaca buku yang menyatakan nama Kapitan Pattimura adalah Ahmad Lussy, namun juga akan membaca buku-buku atau bacaan-bacaan yang menyatakan sebaliknya.Â
Setelah membaca, siswa akan belajar berfikir kritis menentukan jawaban mana yang akan ia pilih. Ia juga akan belajar bertanggung jawab akan pilihannya dengan membangun argumen-argumen yang mendukung pilihannya tersebut.Â
Tak hanya itu, siswa juga akan belajar menghargai perbedaan pendapat jika ternyata temannya memiliki pandangan yang berbeda. Dari sebuah pembelajaran sejarah model seperti ini, banyak hal yang dapat dipelajari seorang siswa dari pada hanya mendengarkan fakta-fakta atau informasi dari sebuah sejarah.Â
Tentu saja mengubah cara belajar sejarah tidak semudah itu. Karena di sini perlu juga mengubah mindset guru, bahwasanya penilaian bukan pada jawaban apa yang seorang siswa pilih. Namun lebih kepada bagaimana siswa memilih jawabannya: bagaimana ia bisa sampai pada kesimpulannya? Â
Apakah siswa sudah berfikir runut untuk sampai pada sebuah kesimpulannya? Menurut saya mengajarkan siswa untuk belajar cara berfikir itu lebih baik dari pada sekedar menghafal fakta-fakta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H