By: Nur Hidayatullah
Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, memiliki sifat unik dan kompleks, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi, keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Bahasa sasak salah satunya adalah bahasa neo Sanskrit yang sama modernnya dengan bahasa prancis atau jerman. Dalam bahasa prancis atau jerman dikenal bentuk biasa dan hormat, begitupun dengan bahasa sasak. Bahasa sasak terbagi menjadi dua dialek yakni dialek social dan dialek geografis. Dialek social yaitu bahasa sasak halus (base alus) sedangkan dialeg geografis di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda yakni:
Kuto-Kute (Utara),
Ngeto-Ngete (Timur laut)
Meno-Mene (Tengah).
Ngeno-Ngene (Timur tengah, Barat tengah)
Meriaq-Mriku (selatan tengah)
Selain itu, dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok (sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Saya berasal dari Lombok tengah, dialek yang berkembang di daerah saya yaitu dialek meriaq-meriku (selatan tengah). Dialek kami ini bisa dikatakan unik, sebab tidak semua penduduk lombok bisa memahaminya. Akan tetapi kenyataan pada saat ini terutama pemuda-pemuda yang berasal dari Lombok Tengah bagian selatan yang merantau/menuntut ilmu ke Kota jarang sekali mereka menggunakan dialek yang khas ini, seolah-oleh mereka tidak bangga dengan dialeknya, mereka lebih sering menggunakan dialek orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rasa untuk melestarikannya sangat kurang. Inilah dilema yang terjadi di tengah-tengah kehidupan pelajar maupun mahasiswa dalam bercakap sehari-hari meskipun mereka berbicara dengan pelajar yang berasal dari daerah yang sama dan dialek yang sama.
Berdasarkan dilema tersebut, seharusnya bahasa atau dialek meriaq-meriku akan tetap terjaga menjadi sebuah warisan budaya identitas untuk generasi-generasi berikutnya, karena bahasa inilah yang membuat kita berbeda dari yang lainnya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan penulis, para pelajar, mahasiswa, dan pemuda saat ini tidak menggunakan bahasa atau dialek tersebut untuk berkomunikasi. Disebabkan karena generasi sekarang mudah terkontaminasi dengan bahasa modern yang dianggap lebih elegan. Bahkan, ketika ada yang menggunakan bahasa meriaq-meriku, mereka saling mengolok, mengatakan mereka tidak keren, kuno, katroq, tidak gaul, ketinggalan zaman dan lain sebagainya. Padahal, generasi yang memegang status pelajar, mahasiswa dan pemuda merupakan generasi harapan yang menjadi pelopor pelestari budaya (salah satunya ialah pelestari bahasa) bukan malah menjadi pelopor pelenyap budaya daerah atau bahasa daerah.
Lain lagi halnya dengan orang-orang yang berasal dari Desa kemudian tinggal diperkotaan, orang tua dari anak-anak di perkotaan seolah-olah enggan mengajarkan anknya untuk menggunakan bahas Sasak terutama dialeq-meriak meriku. Sama halnya dengan para pelajar maupun masiswa dimana para ibu-ibu ini malu disebut bahwa anaknya masih menggunakan bahasa sasak, padahal melalui penerapan berbahasa inilah anak memiliki banyak pengetahuan, dan dengan pengetahuan berbahasa ini anak dengan mudah berinteraksi dengan masyarakat sekitar, baik di masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan jika mereka pulang kampung. Orang tua lebih bangga jika anaknya lebih mahir menggunakan bahasa Indonesia, memang tidak salah jika orang tua bangga akan hal tersebut. Akan tetapi alangkah baiknya jika dikolaborasikan dengan bahasa daerah juga.
Demikianlah dilema yang terjadi ketika pelajar maupun mahasiswa berada di perkotaan, maka dari itu kita sebagai generasi muda perlu untuk melestarikan bahasa maupun dialaek kita masing-masing karena inilah ciri khas kita meskipun berbeda-beda. Berangkat dari perbedaan itulah yang membuat negara kita berbeda dari negara lain yaitu memiliki banyak bahasa atau dialek, akan tetapi meskipun demikian bahasa pemersatu kita tetap bahasa Indonesia.
Sumber:
www.wikipedia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H