Mohon tunggu...
Nurhidayat
Nurhidayat Mohon Tunggu... Freelancer - IG : Kanghamal

Rasanya menuliskan apa saja yang ada dipikiranku membuatku mengenal siapa diriku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Inalillahi" Bukan Ucapan untuk Orang Mati

1 Juni 2022   07:48 Diperbarui: 1 Juni 2022   08:02 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Makna dari innalillahi wa inna ilayhi raji'un adalah "sesungguhnya kami adalah milik Gusti Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali". Teks yang sebetulnya mudah dipahami dan diresapi ini terkadang berubah makna menjadi ucapan bela sungkawa. bagi yang telah meninggal. Padahal ucapan dan kalimat ini ditujukan untuk kita yang mengucapkannya.

Sejak pekan ini, terjadi musibah yang menimpa salah seorang pejabat publik yang memiliki figur sebagai pria sukses, kharismatik, dan memiliki kelurga yang harmonis. Hal yang tidak semua orang mampu memilikinya, mampu merasakannya. Musibah atau Ujian yang menimpanya begitu menyakitkan bagi kami yang juga mengenal sosoknya. Beliau sedang mencari seorang anak yang dicintai yang dikabarkan hanyut terbawa arus sungai, dan menurut informasi yang beredar hingga detik ini saya menulis belum ditemukan keberadaannya.

Jujur hati saya begitu terpukul mendengar kabar berita ini, keluarga yang begitu sempurna, penuh dengan kebahagian dan keharmonisan, dimulai dari keluarga kecil yang sederhana, harus menerima kepahitan seperti yang terjadi sekarang ini.  Sampai saat saya membaca berita kronologinya, entah dimana ia saat ini, saya termasuk orang yang sangat bangga terhadap anak ini, karena beliau mementingkan kepentingan orang lain dibanding nyawanya, kepentingan ibu dan adik perempuannya sebelum akhirnya dia terseret arus. 

Orang-orang berbondong-bondong untuk mencari kebahagiaan lewat kepemilikan, belajar mencari cara untuk meraih, mendapatkan, merebut, memiliki. Bahkan terkadang segara cara dilakukan, entah dengan cara menunggangi, menginjak, merebut, menyikut, menjatuhkan, dan bahkan dengan merusak hal lain demi mendapatkan satu lainnya. Anak ini malah mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain. Anak seusia ini lebih matang bahkan dari para pimpinan dan pejabat publik yang tersohor namanya sekalipun.

Inalillahi adalah kalimat yang dilontarkan untuk kita-kita yang hidup, sebetulnya. Manusia terkadang lupa bahwa dalam kehidupan ini selain kita belajar untuk mendapatkan, tapi juga kita harus belajar untuk merelakan, melepaskan, apa-apa yang kita anggap sebagai miliki kita selamanya. Sulit memang, tak hanya level kita-kita, level pejabat sekelas presiden sekalipun belum tentu memiliki pelajaran ini. Begitu banyak kita lihat jangankan di Indonesia, di negara lainpun sama. Mereka semua berlomba-lomba berebut apa-apa yang sebetulnya tidak bisa dibawa mati.

Kerelaan untuk melepaskan apa yang didapat, keikhlasan melepas kepergian apa yang seharusnya pergi, keridhoan untuk kehilangan sesuatu yang bahkan secara logika harusnya masih dimiliki. Tapi Tuhan maha Subjek, ia punya hak untuk subjektif, menyeleksi, mengambil kembali apa-apa yang dipinjamkannya. seperti kata Syekh Abdul Qadir Al-Jailani , mari kita belajar mati, sebelum mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun