"Tidak mudah berbaur dengan manusia, tidak mudah memahami, dan hidup berdampingan dengan manusia."Â
Pernyataan di atas sedikit banyak menimbulkan pro dan kontra. Pertanyaannya, sebagai manusia, "Apa yang membuatmu menyimpulkan hal demikian?"Â
Kebanyakan reaksi akan diam atau mungkin sebagian yang lain akan memaparkan pembelaan dengan berapi-api.Â
"Kenapa manusia menjadi sangat problematik saat diri sendiri adalah manusia?"Â
"Benarkah manusia memang semenakutkan itu?"
"Atau justru sudut pandang betapa menakutkannya manusia adalah bentuk kesalahan berpikir dan ketidakmampuan diri sendiri dalam berpikir."Â
Pertanyaannya, "Siapa yang patut ditakuti, manusia yang berlalu lalang di sekitar atau justru manusia yang hidup di kepala masing-masing?"
"Jangan-jangan ketakutan yang semakin bertumbuh adalah bentuk rasa putus asa terhadap diri sendiri. Ketidakmampuan mengendalikan diri sendiri menjadi bumerang terhadap pertumbuhan pola pikir kita."
"Setelah mendengar dialog tadi, aku ingin bertanya, Non."
"Non, kamu tahu apa yang paling ditakuti oleh pikiran kita?"Â
"Kemalangan, mungkin?"
"Iya juga, sih, tapi menurutku, sampai saat ini aku melihat pikiran kita lemah sekali terhadap manusia."Â
"Kemalangan akan terasa biasa saja jika tak ada distraksi dari manusia, bukan?"Â
"Ya, aku pernah mendengar ucapan serupa dari guru ku, sama seperti makanan saat kita puasa, awalnya biasa saja tapi ketika melihat manusia memakan makanan tersebut keadaannya jadi berbeda."Â
"Nah, kurang lebih begitu."Â
"Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, sebenarnya netral, Non, hasilnya positif atau negatif tergantung bagaimana manusia memperlakukan hal itu dipikirannya."Â
"Sama seperti pikiran kita, semisal berada dalam ruang yang sama bersama manusia secara otomatis pikiran kita seakan diberi batasan maka tingkah laku yang terbentuk pun tidak sebebas ketika sendiri."Â
"Ya, ya, aku jadi penasaran, Tuan, bagaimana sih cara otak memprogramkan kehadiran manusia lain?"Â