Aku termenung, sudah sebulan lamanya aku berusaha. Berharap dengan usaha itu aku sedikit tenang dengan masa depan, kata yang selalu digembor-gemborkan orang-orang sekitarku.Â
"Raag, kamu tahu apa tujuannya belajar?" Dengusannya membuatku berpaling, merasa bodoh bertanya kepadanya.Â
Okey, dia hanya Raag, aku tidak perlu merasa terjun bebas karena reaksinya. Menarik napas dalam, aku kembali menatapnya menunggu jawaban.Â
Sejujurnya aku benci bertanya, aku lebih suka mencari-cari sendiri. Tapi kali ini tidak, aku butuh makhluk hidup untuk membantuku mencari jawaban. Sayangnya, seorang Raag adalah bencana bagi orang seperti ku. Raag adalah orang yang bisa saja membuat orang-orang dengan rasa ingin tahu tinggi kehilangan rasa percaya diri untuk bertanya.Â
"Woah, akhirnya kamu memilih bertanya kepadaku, hm? Kemana teman pintarmu, apakah kali ini dia menyerah diperalat terus-menerus olehmu?"Â
Seperti biasa, Raag adalah orang yang cocok menjadi sasaran kebencian, begitupun aku, maka dari itu kami berteman.Â
"Jawab Ag!" tegasku, menatap lekat matanya yang jenaka dan tajam.Â
"Tujuan belajar sesimpel agar kita tidak hancur, Al, kita dihidupkan di bumi ini agar bisa membangun, bukan menghancurkan. Ada sanggahan?"Â
Dedaunan berguguran usai Raag menjelaskan dengan singkat, wajah dan alis terangkatnya melebur bersama angin yang menerbangkan rambut-rambutnya.Â
"Tapi apa jadinya, jika justru pelajaran dari hasil belajar tidak membuat kita mampu membangun malah tetap menghancurkan?" tanggapku, mengundang tawa yang terdengar sinis darinya.Â
"Maka tidak ada proses belajar di dalamnya, belajar bukan hanya tentang duduk di bangku sekolah, Al, tidak sedangkal itu." Ujarnya.