Bekas makanan berserak dimana-dimana, sudah pukul 22:00, mereka baru saja menyelesaikan makan malam yang terlambat. Sudah derita anak kost, entah makan terlambat atau tidak makan sekalian.Â
"Kamu tahu, itu tanda-tanda penyakit maag, loh," ujar Nane memberitahu, Raib yang sedang merasa sakit perut di bagian atas  melotot kesal.Â
"Makanya, Ra, jangan suka ikut-ikutan sama kami," timpal Lail, menyodorkan minyak telon.Â
"Ya menurut kalian, aku tega gitu makan tapi kalian nggak makan?" balas Raib merenggut. Sakit perutnya lebih mendingan ketika berbaring.
"Makan aja kali, kalau kita lapar ya pasti langsung makan," jelas Nane.
"Ya terserah kalian lah," ujar Raib mengalah, memperbaiki posisi bersiap tidur.Â
"Aku tidur duluan, ya," lanjutnya, menutup seluruh tubuh dengan selimut.Â
Raib meringkuk, terngiang di kepalanya keinginan sewaktu SMA. Raib pikir merantau itu menyenangkan, ngekost bareng-bareng itu asik, jauh dari orang tua artinya bebas. Setidaknya beberapa hal memang sesuai ekspektasi walaupun lebih banyak hal yang membuat Raib harus mengelus dada.Â
Berkendara jauh bukan sesuatu yang familiar bagi Raib, rasanya mau muntah ketika di dalam mobil. Teman-teman Raib pun kadang asik, tapi lebih banyak yang harus dimengerti. Jauh dari rumah bukannya bebas, Raib malah harus lebih tahu diri.Â
Orang tua menitipkan banyak harapan, dibanding merasa bebas, disinilah seharusnya Raib banyak belajar, bagaimana memahami kehidupan.Â
Raib bergegas bangun, Nane dan Lail masih terlelap disampingnya. Layar kunci hpnya menunjukkan pukul 05:40, Raib bergegas beberes, mandi dan membangunkan 2 temannya. Hari ini ada kuliah metodologi penelitian, Pak Bo cukup disiplin masalah waktu.Â