"Suka, aku memang suka orang-orang pintar, kok, Yukif salah satunya,"
"Wah, ternyata..., pantesan dibela terus. Jadi kamu nggak suka aku karena nggak pintar, begitu?"
"Tetap suka dong, lagipula kamu juga pintar. Pintar tidak hanya tentang matematika, Lan. Kamu jago gambar dan itu hebat,"
"Pantesan Yukif suka kamu, kamu memang cewek yang awesome,"
"Yang terlihat memang awesome, Lan, tapi yang tidak terlihat beda cerita lagi, tapi wait, kenapa kamu nyimpulin Yukif suka sama aku? Dia punya pacar loh,"
"Em, dia sepupuku, Ra, dia pernah bilang suka kamu," ujar Lani tak yakin, menatap Raib sesekali menghindari tatapan Lani.Â
"Jadi, kenapa kamu segitu kesel sama Yukif, kalau ternyata dia sepupumu?"
"Ya gimana lagi, dia selalu jadi objek perbandingan ibu ku, sangat menyebalkan tahu," jelas Lani sebal.Â
"Oh gitu ya, tapi berhubung kamu sepupu Yukif dan kita kan teman, boleh dong kita berteman juga sama Yukif," ujar Raib tidak yakin, menatap Lani dengan mata permohonan.Â
Apapun judgenya, pintar atau tidak, seharusnya itu tidak menjadi penghalang untuk menghindari atau menjauhi siapapun. Raib pikir, Lani dan Yukif adalah dua orang yang salah paham.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H