Kelapa sawit, buah berwarna jingga kemerahan yang sangat berjasa untuk berbagai industri mulai dari kosmetik, makanan, sampai campuran bahan bakar. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki ribuan hektare lahan sawit yang tersebar dibeberapa wilayah, seperti Riau, Kalimantan Barat, Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Selatan.
Tetapi, kondisi perkebunan kelapa sawit yang bercelah dapat menimbulkan masalah apabila tidak terpantau dengan teliti. Sebagai contoh blank spot atau kekosongan tanah yang ada di perkebunan kelapa sawit dapat membuat tanaman mati sebelum tumbuh berkembang karena hilangnya kandungan mineral dalam tanah. Area gawangan yang tidak terawat dengan baik juga bisa menyebabkan gulma dan inang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berkembang biak. Setora Nitens dan Oryctes Rhinoceros adalah hama yang paling ditakuti pelaku bisnis kelapa sawit karena dapat menyebabkan kematian pohon sampai 90%.
Tidak hanya itu, topografi yang bercelah juga dapat menimbulkan titik panas penyebab kebakaran terutama saat musim kemarau. Area bercelah ini juga memungkinkan siapa pun mengakses ke area perkebunan. Alhasil, banyak pencuri yang menyeludupkan buah kelapa sawit. Beberapa hari lalu, polisi menangkap seorang pria dan mengamankan bukti hasil curian 40 tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Tersangka melakukan hal ini lebih dari satu kali dan menyebabkan kerugian perusahaan sebesar Rp 21.390.000. Tidak hanya di Indonesia, aksi pencurian buah kelapa sawit juga terjadi di Malaysia. Seperti yang dilansir di berita harian The Star, pencuri mengambil dua karung buah kelapa sawit menggunakan sepeda motor.
Untuk menekan angka kerusakan panen dan pencurian maka diperlukan pengawasan ekstra. Disisi lain, patroli manual di ribuan hektare perkebunan sawit oleh karyawan memakan banyak waktu dan kurang efektif. Biaya operasional juga pasti bertambah karena inspeksi menggunakan kendaraan akan memerlukan bahan bakar lebih.
Pengawasan via udara dengan drone
Patroli darat memerlukan kendaraan khusus, bahan bakar untuk kendaraan dan tenaga kerja yang lebih banyak. Pengawasan via udara dengan drone dinilai lebih efektif dan efisien untuk pertanian berkelanjutan seperti sekarang. Drone dapat melakukan pengawasan dari udara dengan jarak jauh setiap jam terlepas dari keterbatasan waktu dan tenaga kerja. Selain itu, drone dapat dikonfigurasikan untuk melakukan pengawasan dengan rute tertentu dan reguler dengan cakupan perimeter yang optimal.Â
Kinerja drone dan tenaga kerja lapangan akan lebih mudah apabila drone dibekali dengan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). AI dapat membaca aktivitas lapangan termasuk pergerakan manusia dan kendaraan di lapangan. Dengan kata lain, pengusaha perkebunan kelapa sawit dapat meminimalisasi aksi pencurian.
Menangkap jernih aktivitas detail lapanganÂ
Permasalahan utama inspeksi manual oleh manusia di perkebunan luas adalah rendahnya tingkat ketelitian, kecepatan, dan keamanan. Mata manusia memiliki keterbatasan dalam melihat benda apalagi dalam kondisi gelap. Sehingga, kegiatan patroli di malam hari oleh manusia dinilai sangat tidak efektif dan tidak menjamin keselamatan kerja.Â
Drone dapat merekam setiap kegiatan yang terjadi di lapangan via udara. Kamera thermal yang dipasang di badan drone dapat mendeteksi titik hama, buah kelapa sawit yang ada di pokok, dan titik panas perkebunan.Â
Masalah kesehatan tanaman dan kondisi perkebunan yang dapat terjadi secara tiba tiba dapat terdeteksi dengan akurat, sehingga pekerja dapat bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah di lapangan dan mengurangi risiko gagal panen tanpa membuang waktu dan tenaga berlebih, dibandingkan dengan pengawasan konvensional.Â
Berikut adalah contoh bagaimana drone dapat melakukan pengawasan perkebunan kelapa sawit dengan efisien. Video diambil dari kanal Youtube Avirtech.Â