Hello Readers, how's life?
Kali ini penulis ajak sesi "BelajarBudayayuk"
20 september 2024 merupakan hari puncak dalam acara maulid adat di desa sesait, Lombok Utara. Perayaan ini dilakukan setiap sekali setahun, dimana waktunya ditentukan oleh kalender khusus yang dipakai oleh pemuka adat setempat. Perayaan ini pula meyita perhatian banyak orang sehingga tak jarang dilihat banyak pendatang yang akan ikut berpartisipasi menyaksikan maulid adat ini.
Sekitar jam 7 pagi, para perempuan desa akan bersiap-siap untuk melakukan tradisi bisok menik (cuci beras). Dengan memakai baju adat kebaya, para perempuan tampil dengan membawa peraras (bakul) yang nantinya akan diisi beras sesuai takaran yang sudah disiapkan di kampu sesait.
Dalam tradisi ini, para perempuan berjalan membawa bakul di atas kepala menuju lokok kremean (tempat mencuci beras) tanpa alas kaki. Kegiatan ini akan diiringi dengan gamelan yang dimainkan oleh warga setempat.Â
Ketika sudah sampai, para perempuan akan bergiliran untuk mencuci beras dengan air yang dituangkan oleh laki-laki yang merupakan pemangku air. Setelah itu, mereka akan berjalan kembali menuju kampu sesait (read: kampu ialah rumah adat yang terdapat di desa sesait). Pulangnya pun, harus menunggu pemangku air terlebih dahulu selesai menuangkan air di lokok kremean.
Inilah sekiranya pertanyaan yang terbesit di dalam benak penulis saat itu, hingga akhirnya bisa mengambil hikmah dan pembelajaran setelah kegiatan selesai.
Konsep kesalingan tercermin di dalam tradisi ini. Perempuan yang membawa bakul di identikkan dengan seseorang yang tidak terlepas dari urusan dapur. Kemudian nanti pemangku air yang merupakan laki-laki yang akan menuangkan air untuk mencuci berasnya. Jadi perempuan yang bisok menik, laki-laki yang menuangkan air. Prinsip kerja sama kan?
Para pemangku ini pun bukan laki-laki sembarangan yang asal dipilih. Artinya, dalam memilih seorang pemimpin atau  untuk menjadi seorang pemimpin maka secara pengetahuan harus paham tentang apa yang dipimpin. Jadi jangan sembarangan memilih pemimpin.
Ketika perjalanan pulang, para perempuan harus menunggu pemangku air selesai tugasnya baru bisa berjalan barengan menuju kampu sesait. Bagian ini menampilkan sosok lelaki yang menjadi pemimpin bagi kaum perempuan, mereka akan berjalan paling depan dengan gagah perkasa hingga sampai di kampu sesait. Sekali lagi, sesuai dengan prinsip pemangku yang bukan sembarangan laki-laki, maka begitu pula seorang pemimpin yang harus bukan sembarangan pemimpin.
Sampai jumpa kapan-kapan lagi....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H