Mohon tunggu...
Nur Hayati
Nur Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uniknya Tradisi Seribu Lengko Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan di Bulan Syawal

4 Mei 2024   10:00 Diperbarui: 4 Mei 2024   10:04 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulan syawal merupakan momen kemenangan bagi kaum muslimin, karena di bulan ini mereka akan terbebas dari sesuatu yang sebelumnya mereka tahan saat bulan Ramadhan, seperti menahan makan, minum dan juga hawa nafsu. Pada bulan syawal, umat muslim diseluruh dunia memiliki berbagai tradisi, salah satunya adalah tradisi syawalan. Syawalan menjadi suatu tradisi yang melekat di kalangan umat islam, khususnya Indonesia.

Syawalan merupakan suatu tradisi masyarakat yang dilaksanakan seminggu setelah hari raya idul fitri atau tepatnya setiap tanggal 8 Syawal. Masing-masing daerah, tentunya memiliki tradisi yang berbeda dalam menyambut perayaan syawalan. Seperti Desa Podo, Kecamatan Kedungwuni yang mengadakan acara 1000 lengko untuk memeriahkan acara syawalan. Di akhir acara, 1000 lengko tersebut nantinya akan dibagikan kepada para pengunjung yang datang untuk menyaksikan tradisi syawalan tersebut.

Sejarah tradisi 1000 lengko tersebut berawal dari inisiatif para masyarakat dan pemuda kampung untuk memeriahkan perayaan syawalan di desa podo dan sebagai ajang untuk saling bersilaturrahmi. Selain itu, tujuan diadakannya acara ini juga untuk meminimalkan kepadatan pengunjung yang hadir di daerah krapyak. Tradisi ini termasuk tradisi baru, yang baru diadakan sekitar tahun 2022. Alasan pemilihan jajanan lengko karena, sebagian tradisi syawalan yang ada di sekitar Pekalongan menggunakan bahan baku singkong. Melihat hal tersebut, ketua RT. 06 akhirnya memutuskan untuk memilih jajanan lengko untuk dijadikan tradisi di desa podo.

Lengko merupakan jajanan yang terbuat dari bahan baku singkong yang diparut. Proses pemarutan singkong dilakukan oleh warga desa secara beramai-ramai sehingga menjadikan warga nya saling mengenal satu dengan lainnya. Kemudian singkong tersebut, dibungkus menggunakan daun pisang yang biasanya terdapat irisan gula merah didalamnya. Lengko akan lebih nikmat dimakan jika dicampurkan dengan parutan kelapa yang diberi sedikit garam untuk menambah cita rasa nikmat saat disantap dan disajikan saat masih hangat.

Lengko yang terbuat dari bahan baku singkong itu memiliki filosofi tersendiri, yaitu melambangkan kesederhanaan karena setinggi apapun pohon singkong dia tidak akan pernah sombong, dia tetap rendah hati dengan tidak menampakkan buahnya kepada orang lain. Selain itu, singkong yang nantinya sudah diparut selanjutnya akan dibungkus dengan daun pisang melambangkan keikhlasan dan perjuangan dalam menjalani kehidupan

Lengko yang sudah siap dihidangkan, nantinya akan ditata secara memanjang menggunakan meja yang sudah disediakan disepanjang jalan desa tersebut. Namun, sebelum lengko dibagikan kepada para pengunjung yang datang, biasanya para masyarakat dan pemuda desa akan mengawali acara ini dengan pembacaan do’a dan makan bersama, kemudian baru dilanjutkan dengan pembagian lengko. Para pengunjung yang ingin menyaksikan tradisi ini tidak perlu takut kehabisan lengko, karena dalam pembuatan lengko ini warga membutuhkan sekitar 3, 75 sampai 4 kwintal singkong untuk diolah menjadi lengko agar pengunjung yang datang bisa menikmatinya. Pada saat tradisi ini berlangsung, bukan hanya warga lokal saja yang datang, namun warga dari luar Kota Pekalongan juga datang.

Upaya masyarakat dalam menjaga tradisi ini dengan cara mengadakan tradisi lengko agar selalu terlaksana setiap tahunnya dan partisipasi warga semakin meningkat dalam menjaga tradisi ini. Karena tradisi 1000 lengko membawa dampak positif bagi warga lokal maupun pengunjung untuk menjalin persatuan dengan silaturrahmi, menjaga keakraban antar sesama warga. Selain itu nilai yang terkandung dalam tradisi ini juga sangat banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun