Mendapatkan tema besar "Desa Tanpa Kelaparan" sebagai topik utama untuk kegiatan Kuliah Kerja Nyata selama satu bulan ke depan, Kelompok KKN Tematik 45 sepakat memecah tiga puluh orang anggotanya ke dalam enam tema sederhana. Kelompok kecil 1, yang terdiri atas saya sendiri dan empat mahasiswa lainnya, kemudian mendapatkan sub-tema "Proporsi Kalori dari Bahan Pangan Non-Pokok".Â
Dengan pilihan kata yang sangat baku tersebut, kami berlima dibuat bingung sesaat ketika pertama kali mendengar sub-tema yang harus kami kaji ke depannya. Namun, salah satu anggota kami, Kezia, yang telah melakukan pencarian di internet dan sumber literasi lebih dulu, kemudian menjelaskan bahwa sub-tema yang kami miliki ini sebenarnya tidak serumit itu.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang merasa belum makan apabila belum mengonsumsi nasi, meskipun telah makan makanan pokok lainnya seperti mie, roti, dan kentang, bukanlah merupakan kebiasaan yang baik. Begitu pula dengan kebiasaan "pakai nasi biar kenyang", yang diujarkan bahkan ketika makanan yang sedang dikonsumsi merupakan makanan yang sudah mengandung karbohidrat dengan porsi cukup.Â
Mengutip artikel di hellosehat.com tentang asupan karbohidrat ideal per hari, satu orang dewasa dengan kegiatan normal ternyata hanya butuh asupan karbohidrat 305-375 gram setiap harinya. Kebutuhan tersebut setara dengan 6-8 centong nasi, 8 lembar roti tawar, 6 buah kentang, atau 800 gram mie dalam satu hari.Â
Namun, jangan lupakan bahwa masih banyak makanan lainnya yang tanpa kita sadari juga mengandung karbohidrat atau gula dalam jumlah berarti.
Kurang pahamnya masyarakat mengenai kandungan gizi dalam makanan dan kebutuhannya bagi tubuh adalah hal yang menyebabkan kebiasaan buruk tersebut masih terus ada hingga saat ini. Masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa tujuan kita mengonsumsi makanan adalah bukan asal kenyang, melainkan demi memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh kita.Â
Kebiasaan dan kurangnya pemahaman inilah yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang mengalami kurang gizi, stunting, obesitas, maupun diabetes di Indonesia.Â
Hal yang menjadi kesalahan adalah masyarakat Indonesia yang masih belum memahami dan menyadari pentingnya mengatur makanan dengan gizi dan porsi yang seimbang.
Maka dari itu, di sinilah mahasiswa seperti kami memiliki peran penting untuk membantu mengedukasi masyarakat tersebut supaya lebih paham dan sadar bagaimana mengatur makanan dengan gizi, porsi, dan waktu yang paling optimal untuk tubuh kita.Â
Bertempat di Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, kami berlima memilih siswa sekolah dasar sebagai audiens edukasi kami. Tepatnya, 32 orang siswa kelas 5 Sekolah Dasar Trikarsa, salah satu dari dua sekolah dasar yang ada di kelurahan tersebut.Â
Mempertimbangkan banyak hal, kami berlima sepakat bahwa kelompok audiens tersebutlah yang paling cocok dengan seluruh rangkaian program kerja yang telah kami susun matang-matang.