Ekonomi konvesional mempunya prinsip yang berbeda dengan ekonomi Islam. Karena ekonomi konvesional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sama sekali tidak melibatkan Tuhan di dalamnya. Sedangkan ekonomi Islam dibangun dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam pemikiran muslim tidak berbeda pendapat. Namun ketika diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi Islam itu mulai muncullah perbedaan pendapat. Salah satu pemikiran para ekonom muslim kontemporer yaitu mazhab mainstream.
Mazhab mainstream dikatakan sebagai persamaan dari ekonomi neoklasik, dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat. Mazhab ini berbeda pendapat dengan mazhab sebelumnya, mereka justru setuju dengan ekonomi konvesional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Perbedaannya hanya pada penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Memang benar, misalnya, bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik ekuilibrium.Â
Namun jika kita bicara pada tempat dan waktu tertentu, maka sangat mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini sering kali terjadi. Suplai beras di Ethopia dan Bangladesh misalnya lebih langka dibandingkan dengan di Thailand. Jadi, keterbatasan sumber daya memang ada dan bahkan diakui pula oleh Islam. Masalah kelangkaan sumber daya menyebabkan manusia harus melakukan pilihan. Mazhab ini memakai dalil Al-Qur'an surah al-Baqarah [2]: 155 yang artinya:
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Adapun keinginan manusia tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah dan bersifat sunnahtullah serta melupakan fitrah manusia. Dalilnya adalah surah at-Takaatsur [102]: 1-5 yang artinya:
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
Adapun cara untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah harus merujuk pada Al-Quran dan Sunnah, tidak seperti kapitalis menggunakan mekanisme pasar atau sosialis dengan sistem sentralistik.
Perbedaan mendasar mazhab ini dengan ekonomi konvesional adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Dalam ekonomi konvesional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norma agama atau tidak. Manusia boleh mempertimbangkan tuntunan agama, boleh juga mengabaikannya. Dalam bahasa Al-Qur'an, pilihan dilakukan dengan "mempertuhankan hawa nafsunya". Â Tetapi dalam ekonomi Islam, penetuan pilihan tidak bisa tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupan telah diatur dan dipandu oleh Allah SWT lewat Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga sebagai manusia ekonomi Islam, manusia harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.Â
Oleh karena itu, mazhab tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvesional. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan yang diterangi atau dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Mazhab mainstream ini tetap memperhatikan dan menggunakan ilmu ekonomi konvesional sebagai perbandingan. Kelebihan mazhab mainstream ini adalah mazhab yang paling banyak memberikan warna dalam wacana ekonomi Islam sekarang karena kebanyakan tokohnya dari Islamic Development Bank (IDP) yang memiliki fasilitas dana dan jaringan kerja sama dengan lembaga internasional.
Mazhab Mainstream dipelopori oleh Umer Chapra, Metwally, M. A. Mannan, Monzer Kahf, Fahim Khan, dan M. N. Siddiqi. Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang belajar serta mengajar di universitas-universitas Barat, dan sebagian besar di antara mereka adalah Ekonom Islamic Development Bank (IDB).
Umar Chapra