Perceraian adalah peristiwa sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. Kasus perceraian yang tinggi tentunya menimbulkan dampak dari pihak-pihak yang tidak dapat disebut sederhana, nyatanya tidak hanya sekedar memutus ikatan suami dan isteri secara agama tetapi juga konsekuensi hukum, sosial psikologis, ekonomi pemenuhan hak anak dan mantan isteri serta keberlangsungan hidupnya.Â
Pemenuhan hak terhadap anak dan mantan istri pada perkara perceraian merupakan isu yang sangat krusial dan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Namun ternyata, sampai saat ini belum ada regulasi dan mekanisme yang menjamin terlaksananya pemenuhan hak terhadap anak dan mantan istri pasca putusan perceraian.Â
Bagi PNS, pengaturan yang ada hanya Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengatur pembagian gaji bagi ASN laki-laki kepada mantan istri dan anak, yaitu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Â dan diperkuat melalui Surat Kepala BKN Tahun 2022 tentang Penjelasan PP No.45/1990. Namun demikian, secara umum utamanya bagi pekerja swasta atau masyarakat secara umum belum terjamah. Perlindungan terhadap anak dan mantan istri melalui pemenuhan hak nafkah pasca putusan perceraian perlu diperkuat secara mekanisme dan implementasinya.
Guna menjawab permasalahan tersebut, perlu untuk mengidentifikasi masalah terkait perlindungan hak perempuan dan anak dalam kasus perceraian di Indonesia apa saja?. Tahun 2019 studi Penelitian Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) telah mengidentifikasi beberapa masalah terkait :
1. Perintah pengadilan tentang nafkah anak dan hak asuh dalam putusan perkara perceraian sering tidak ada. Penelitian ini menunjukkan bahwa di Pengadilan Agama, permohonan nafkah anak hanya diajukan dalam 1% kasus perceraian, dan hanya 2% kasus perceraian yang mencantumkan permohonan hak asuh anak.Â
2. Kalaupun ada perintah hakim terkait nafkah istri dan anak, ternyata belum dapat secara efektif dieksekusi (enforcement). terlihat dari mayoritas kasus tidak ada pengaturan atau skema pengasuhan  anak tentang hak asuh, tunjangan, dan kebutuhan lainnya untuk memastikan anak-anak ini memiliki tempat tinggal, cukup makanan, pakaian, pendidikan, dan pengasuhan yang layak.Â
3. sehingga belum terakomodasinya kepentingan terbaik anak dalam putusan perceraian. Â
Setiap tahun, diperkirakan lebih dari 850.000 anak di Indonesia terdampak oleh kasus perceraian. Sebanyak  97% ditangani oleh Pengadilan Agama (jika beragama Islam), dan 3% ditangani oleh Pengadilan Umum (jika non-Islam).Â
studi ini merekomendasikan agar pengadilan agama dan umum di Indonesia perlu memastikan bahwa hak atas nafkah anak diperintahkan dalam putusan pengadilan supaya nafkah tersebut tersedia hingga sang anak menyelesaikan pendidikannya dan mampu hidup mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H