[caption id="attachment_357712" align="aligncenter" width="567" caption="Di antara para narasumber, M. Said Didu berbicara tentang APBN"][/caption]
Anda mungkin pernah mendengar tentang kehebatan kartunis dan animator Indonesia. Di Bali, ada orang-orang Indonesia yang menggambar untuk serial Doraemon yang notabene milik Jepang. Itu hanya satu contoh. Saya, ketika membaca ulasannya di Harian Kompas berbulan-bulan yang lalu, terkagum-kagum. Dan kemarin, saya jadi gregetan mengingatnya setelah mendengarkan paparan Iwan Piliang tentang ekonomi kreatif dalam acara "Diskusi Publik & Pameran Iptek: Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan" di Tugu Proklamasi, Menteng. Pasalnya, ternyata kita sebenarnya sanggup membuat animasi yang bahkan lebih bagus daripada Upin & Ipin. Iwan Piliang dan rekan-rekan animator memiliki konsep animasi "Made & Putu" dengan lanskap dan budaya Bali dan animasi lainnya yang berbau khas Indonesia. Yang membuat konsep-konsep itu tidak bisa direalisasikan adalah sulitnya pihak perbankan memberikan pinjaman untuk pembiayaan proyek tersebut. Menurut Iwan Piliang, Permasalahan ini bisa diatasi kalau saja pemerintah mau turun tangan membenahi sistem perbankan yang menyulitkan para pelaku ekonomi kreatif.
Seorang peserta diskusi yang juga peserta pameran kemudian bertanya tentang kemungkinan pembiayaan proyeknya dan bagaimana cara memasarkannya. Dengan spontan Iwan Piliang bersedia mempromosikannya ke jaringannya dan terkait pembiayaan, ia bisa mengajak pelaku ekonomi kreatif lainnya untuk patungan membantu. Ketika pemerintah tak bisa diharapkan peranannya, kita harus bergerak sendiri yang istilahnya menjadi "antimainstream".
Permasalahan ekonomi kreatif hanya satu di antara banyak permasalahan di negeri ini terkait sistem pemerintahan yang dibicarakan dalam diskusi publik dan pameran iptek ini. Dipaparkan pula oleh masing-masing pembicara tentang APBN, giant sea wall, pembangunan lingkungan hidup, energi alternatif, BPJS Kesehatan, pertahanan dan keamanan, pemberdayaan masyarakat desa, pembangunan kelautan Indonesia, serta BUMN dan ketenagakerjaan. Mereka memaparkan tantangan-tantangan bagi pemerintahan mendatang dan menyodorkan solusi-solusinya.
Dr. M. Said Didu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, dalam paparannya tentang APBN, menyatakan bahwa menteri Jokowi harus siap-siap menderita dan harus pintar-pintar membuat program tanpa mengandalkan APBN. Ada proyek-proyek yang berhasil dibuat tanpa APBN, misalnya pembuatan tank "Anoa" dan Bandara Kualanamu. Sebenarnya bandara tersebut sudah didiskusikan selama 25 tahun di kementerian. Pembangunannya kemudian malah tidak dengan APBN karena kalau menunggu pihak kementerian, kemungkinan tidak akan terlaksana juga. Tambahan lagi, tidak sedikit dana APBN pemerintahan mendatang yang digunakan untuk subsidi BBM. Karena itu, penting menurutnya agar subsidi BBM dicabut. Toh penikmat subsidi BBM sebagian besar adalah kelas menengah dan terutama mafia minyak. Sebagai tambahan informasi, mafia minyak itu posisinya tinggi sekali, di atas menteri dan di bawah presiden.
[caption id="attachment_357722" align="aligncenter" width="567" caption="Tank "]
Terkait sumber daya energi, Gde Pradnyana, Sekretaris SKK Migas, melihat adanya kesalahan strategi pemerintah. Sementara India dan China melarang ekspor batu bara, Indonesia malah menghujani dunia dengan ekspor batu bara. Harga batu bara dunia jadi murah karena batu bara Indonesia. Saat ini Indonesia memang menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia. Menyambung terkait energi, Agus Ismanto menggagas dibuatnya perkebunan energi. Perkebunan dalam hal ini adalah perkebunan kelapa sawit untuk dikelola menjadi biodiesel. Sementara itu, Riza Suwarda hadir dengan gagasan pembangkit listrik tenaga biomas. Energi-energi alternatif yang sebenarnya sudah lama ditemukan itu diharapkan akan lebih didukung oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Sementara itu, Firdaus Ali, seorang pemerhati lingkungan hidup, memandang perlunya pemerintah baru untuk membuat kementerian yang khusus mengurusi air. Negara-negara lain di dunia sudah memiliki kementerian tersebut. Selama ini pemerintah hanya memperhatikan ketahanan pangan dan energi, padahal keduanya sangat bergantung pada ketersediaan air. Tambahan lagi, Indonesia adalah negara ke-4 dunia dengan beban populasi terbesar. Bila kebutuhan akan air tidak terpenuhi, Indonesia rawan akan bencana demografi. Sekarang ini Indonesia memiliki 284 bendungan. Sementara itu, India memiliki 1.500 bendungan, Jepang 3.000 bendungan, sedangkan Amerika 6.000 bendungan. Masih menurut Firdaus Ali, Jokowi telah menyanggupi akan membangun 25 bendungan dalam waktu lima tahun (lima bendungan dalam setahun). Meskipun demikian, jumlah itu dirasa masih kurang.
Selain poin-poin di atas, masih banyak poin yang oleh Poempida Hidayatulloh selaku ketua penyelenggara acara ini akan sampaikan kepada Jokowi-JK. Diskusi yang berlangsung selama dua sesi tersebut diwarnai oleh pertanyaan pengunjung yang satu dua di antaranya disampaikan dengan berapi-api mengingat kepedihannya sebagai wong cilik yang tidak diperhatikan oleh pemerintah.
[caption id="attachment_357772" align="aligncenter" width="540" caption="Peserta diskusi, termasuk sedikit tapi banyak yang antusias bertanya"]
Selain mengikuti diskusi, pengunjung pun bisa berkunjung ke stand-stand pameran. Di antara stand yang ada adalah stand BPJS Kesehatan, Kemen PU, TVRI, Unilab, Pindad, Composter Project Merah Putih, dan Penguin. Ada pula stand Kompasiana. Sayangnya, pengunjung sedikit sehingga beberapa stand tampak sepi.