Mohon tunggu...
Nurhaliza Putri Pratiwi
Nurhaliza Putri Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Gizi

Semoga Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hubungan Antara Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan Terhadap Persoalan Gizi Buruk

18 Januari 2022   12:55 Diperbarui: 18 Januari 2022   13:48 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gizi Buruk (Sumber: www.radardepok.com)

Sains dan agama adalah ilmu yang menyatu dan saling bergantung, pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari ilmu Al-Qur'an dan Hadis, di mana telah terbukti akurat dan kebenarannya. Agama dan sains harus hidup berdampingan secara independen satu sama lain, karena terlepas dari kesamaan misi mereka, perbedaan mendasar antara keduanya merupakan kontradiksi yang akan beresonansi pada inti masing-masing. Karena itu, kombinasi sains dan agama hampir tidak dapat dijadikan sebagai kriteria ilmiah untuk menentukan kebenaran hipotesis ini karena tidak ada keraguan bahwa ada proses kanibalisme di antara kedua hipotesis tersebut.

Isu Agama dan Sains merupakan isu yang sudah lama diperdebatkan. Masalah utamanya adalah dikotomi antara agama dan sains. Contoh dikotomi antara agama dan sains adalah dikotomi antara Islam dan ilmu kesehatan. Irawansah (2021), menyatakan bahwa umat Islam masih memisahkan Islam dan ilmu kesehatan. Di luar sana, masih banyak yang tidak memperhatikan masalah kesehatan yang berkaitan dengan hukum Islam. Demikian pula tenaga medis tidak memperhatikan hukum Islam yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Dalam beberapa penelitian ditemukan masih banyak kesenjangan antara Islam dan ilmu kesehatan, misalnya masih kurangnya pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di rumah sakit.

Integrasi sendiri adalah mencoba mengintegrasikan sains dan agama untuk menciptakan format baru hubungan antara sains dan Islam dengan tujuan menciptakan kembali sains Islam yang selama ini dianggap tidak ada. Salah satu peneliti membuktikan adanya integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan yang diterangkan oleh Ian G. Barbour dan Holmes Rolston III. Teori ini menyatakan bahwa ada tiga kata kunci yang menggambarkan dialog dan hubungan integratif antara agama dan sains yaitu semi-permeabilitas, pengujian inter-subjektivitas, dan imajinasi kreatif. Ketiga kata kunci tersebut juga dapat diterapkan dalam konteks integrasi Islam dan ilmu kesehatan karena Islam adalah bagian dari agama ('ulumuddin) dan ilmu kesehatan adalah bagian dari pengetahuan.

Salah satu masalah kesehatan yang mengancam anak Indonesia adalah gizi buruk. Masalah ini sangat kompleks dan berasal dari berbagai jalur. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan menjaga pola makan sehari-hari. Oleh karena itu, perbaikan masalah gizi buruk membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan dukungan banyak pihak serta tidak lepas dari kajian ke-islaman.

Gizi buruk disebut juga malnutrisi. Malnutrisi disebabkan oleh kurangnya nutrisi dan pilihan makanan yang tidak tepat atau penyebab lain yang menyebabkan kekurangan gizi dalam asupan makanan. Pola makan yang tidak teratur dan tidak sehat juga menjadi sumber malapetaka bagi lahirnya gizi buruk. Islam sangat menganjurkan manusia untuk memperhatikan kesehatan dan makanan yang dikonsumsi. Menurut Siroj, kepedulian Islam terhadap kesehatan masyarakat dapat dilihat dari ajaran syariat Islam yang mengatur relasi sesama manusia.

Nutrisi memegang peranan yang sangat penting dalam membangun dan menjaga kesehatan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atas dirimu.” Dengan demikian, menjaga tubuh agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya sudah menjadi kewajiban bagi seseorang. Kualitas makanan dan minuman yang ditentukan oleh Al-Qur'an adalah halal dan thayyib (baik), sedangkan kuantitasnya yaitu sewajarnya, tidak kurang dan juga tidak berlebihan, sebagaiman diterangkan dalam QS. Al-A'raf ayat 31, “Makan dan minumlah dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” Memenuhi dua kriteria tersebut akan memberikan dampak positif tersendiri bagi kesehatan manusia. Dengan begitu, masyarakat tidak akan lengah saat mengonsumsi makanan atau minuman yang pada akhirnya dapat membahayakan kesehatannya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan manusia dalam QS. 'Abasa ayat 24, “Hendaklah seseorang berhati-hati dengan makanannya.”

Pemberian ASI dan imunisasi juga dikaitkan dengan gizi buruk karena menyusui dan imunisasi sejak balita memberikan zat kekebalan bagi tubuh, sehingga anak tersebut nantinya tidak mudah terkena penyakit. Oleh karena itu, ayah diperintahkan untuk menghadiahi ibu yang menyusui agar dapat menjaga kondisi kesehatan ibu dan kesempurnaan dari ASI yang dihasilkannya, seperti dalam QS. At-Talaq ayat 6, “Jadikanlah mereka (perempuan) di dalam kamu hidup sesuai dengan kemampuanmu dan janganlah kamu mengganggu mereka (hati mereka).”

Penatalaksanaan gizi buruk memerlukan pendekatan holistik, meliputi rehabilitasi (penyembuhan) anak yang menderita gizi buruk serta pencegahannya, seperti memberikan perlindungan dan pemeliharaan kesehatan yang baik agar anak tetap sehat dan kuat, di mana usaha perbaikan gizi ini memiliki hubungan dengan tujuan hidup manusia sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti ajaran dan tata cara dalam mempertahankan kehidupan, misalnya memberikan arahan dan kriteria yang diperlukan bagi upaya perbaikan dan peningkatan gizi masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan status gizi keluarga dan lingkungan masyarakat dalam ajaran Islam merupakan bagian dari amal dan nilai ibadah juga merupakan bagian dari ibadah.

Berdasarkan penjelasan di atas, adanya hubungan antara integrasi islam dengan persoalan gizi buruk. Gizi buruk sebenarnya dapat dicegah dengan pola hidup sehat yang harus diperhatikan oleh keluarga Indonesia, seperti mengetahui komposisi gizi makanan yang dikonsumsi dan nantinya akan berpengaruh langsung terhadap jumlah zat gizi yang kita makan. Selain itu, Islam juga menegaskan bahwa makanan yang dikonsumsi manusia harus memenuhi dua kriteria penting, yaitu baik (thayyib) dan halal. Oleh karena itu, makanan yang kita makan harus dipilih sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tubuh.

Referensi

  1. Arifudin I. 2016. Integrasi Sains dan Agama Serta Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam. Jurnal Edukasia Islamika. 1(1):161-179.
  2. Chanifudin, Tuti N. 2020. Integrasi sains dan islam dalam pembelajaran. Jurnal Pendidikan Asatiza. 1(2):212-229.
  3. Irawansah O. 2021. Integrasi Islam dan Ilmu Kesehatan. Jurnal kesehatan Al-Irsyad. 14(2):49-60.
  4. Jenggis PA. 2012. 10 Isu Global di Dunia Islam. Yogyakarta: NFP Publishing.
  5. Kurtubi K. 2013. Keutamaan Mengonsumsi Makanan Halalan Tayyiba. Jurnal Edu-Bio. 4:58-67.
  6. Prasetyo A. 2016. Aspek Spritualitas Sebagai Elemen Penting dalam Kesehatan. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad. 9(1):28-34.
  7. Puspita AW, Siraturrahmah RM, Rijal MK. 2020. Problematika dan Solusi Dikotomi Ilmu. Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran. 5(2):1-5.
  8. Siroj SA. 2012. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Jakarta: SAS Foundation dan LTN PBNU.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun