Mohon tunggu...
Nurhalimah Syaiful
Nurhalimah Syaiful Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa uin RM Said

Saya memiliki kepribadian ambivert sehingga bisa menjadi pendengar dan komunikator yang baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Riview Book Hukum Perwakafan yang Terjadi di Indonesia

18 Maret 2023   14:43 Diperbarui: 18 Maret 2023   14:45 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Nurhalimah Syaiful
NIM: 212121156
Kelas: HKI 4E
REVIEW BUKU
Judul: Hukum Perwakafan Di Indonesia
Penulis: Drs. H. Abdul Halim, M.A.
Penerbit: Ciputat Press
Terbit: 2005
Cetakan: Pertama, November 2005

Pengertian wakaf secara etimologis berarti menahan harta dan mempergunakan hasilnya di jalan Allah. Pembatasan wakaf dalam kitab-kitab fikih klasik banyak sekali, sehingga perlu dikaji masing-masing pendapatnya. Dalam bukunya Fiqh al-Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan dengan bahasa yang sederhana namun padat: "Hasabul ashul maal wa tasy bilusshamarah fisabilillah". Melestarikan kekayaan asli (pohon) dan menyumbangkan hasilnya dan menggunakannya di jalan Allah. Sayyid Sabiq menggunakan kata hab dan tasbiil dari kata wakaf yang berarti harta dan tasbiluh-samarah atau sumbangan pendapatan. Mengenai sejarah wakaf, sulit untuk menentukan kapan istilah itu muncul. Karena tidak ada sumber dalam kitab-kitab fikih yang secara khusus menyebutkannya, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Islam lahir dan tidak dikenal istilah wakaf. Demikian Imam Syafi'i juga menyatakan bahwa pada masa jahiliah, tidak ada indikasi bahwa mereka pernah melakukan hal tersebut. Mereka tidak pernah memberikan rumah atau tanah mereka yang saya tahu, kata Imam Syafi'i, "padahal wakaf (habs) hanya milik umat Islam." Pendapat serupa datang dari An-Nawaw "Dana Khusus untuk Muslim". Artinya, wakaf belum dikenal  sebelum kedatangan Islam

Menurut tafsir ulama wakaf, sumber hukum wakaf selain Al-Qur'an dan Al-Hadits, maka ijtihad (tafsir mujtahid) adalah sumber ketiga. Peran ulama mujtahid adalah mampu menjelaskan hukum ketika dua sumber utama itu tidak jelas atau memerlukan pemikiran. Berikut diuraikan pendapat masing-masing Imam Madzhab. Pertama, menurut mazhab Hanafi, menurut Abu Hanifah, uang yang dihibahkan oleh mazhab ini tetap menjadi milik wakif dan dapat ditarik kembali oleh wakif. Oleh karena itu, harta tersebut tidak mengalihkan hak kepemilikan, tetapi hasil manfaatnya dimaksudkan untuk tujuan wakaf. Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah melakukan pengecualian dalam tiga kasus, yaitu wakaf masjid, wakaf yudisial, dan wakaf wasiat. Di luar ketiga hal tersebut, hanya manfaat yang dilepaskan, bukan objek secara keseluruhan. Dua mazhab Maliki, menurut Malikiyah, harta wakaf tetap menjadi milik wakif, dalam hal ini sama dengan Abu Hanifah. Namun, Maliki menegaskan, selama harta itu dihibahkan, tidak boleh diperjualbelikan atau dilenyapkan dengan cara dijual, dipungut, atau dihibahkan. Menurutnya, wakaf diperbolehkan untuk jangka waktu tertentu, tidak selamanya seperti syarat Malik. Setelah lewat waktu yang telah ditentukan, maka boleh mengambilnya lagi, meskipun untuk masjid. Menurut tafsir wakaf Malikiah, hak wakif atas sesuatu yang diwakafkan tidak terputus, hanya terputus dalam hal tasaruf.

Mazhab Syafi'I ketiga, menurut Imam Syafi'I, harta yang dipisahkan dari wakaf adalah milik Allah dan berarti menyimpan harta selamanya, karena wakaf yang tetap tidak mungkin, seperti yang diperbolehkan Maliki. Oleh karena itu, barang juga perlu disimpan dalam waktu yang lama agar tidak cepat habis seperti makanan. Alasannya seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari negeri Khaibar. As-Syafi'I memahami perbuatan Umar menghibahkan hartanya untuk tidak menjualnya, mewariskannya dan tidak mewariskannya, juga sebagai hadits karena Nabi melihat perbuatan Umar dan Rasulullah diam pada saat itu. waktu. Dengan demikian, diamnya Rasulullah tergolong hadits Taqriry, meskipun didahului oleh hadits Qauly. Mazhab Hanbali Keempat Menurut Ahmad bin Hambali, jika jelas ada seseorang yang mewakafkan hartanya, maka wakif tidak berwenang untuk bertindak atas perikatan itu, dan menurut Hambali tidak berhak mencabutnya. Hambali mengatakan, barang wakaf haruslah sesuatu yang bisa dijual meskipun itu adalah wakaf.

Rukun wakaf Menurut sebagian besar ulama mazhab Syafi'i, Maliki dan Hambali, rukun wakaf ada empat. Pertama adalah wakif (orang yang memiliki wakaf). Kedua, maukuf alaih (orang yang menerima wakaf). Ketiga, maukuf (sesuatu yang memiliki karunia). Keempat, menghela napas. Kemudian ada berbagai jenis wakaf, wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf khayri dan wakaf zurri. Wakaf Khayri adalah wakaf yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat, seperti membangun masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan lain-lain, atau menghibahkan harta benda untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat yang benar-benar miskin. Wakaf zurry atau wakaf berpengalaman adalah wakaf yang khusus diperuntukkan bagi kerabat seperti anak, cucu, saudara atau orang tua. Menurut hukum Islam, seorang pemilik harta yang ingin memberikan sebagian dari hartanya harus terlebih dahulu melihat orang yang dicintainya. Manfaat wakaf dalam kehidupan terletak pada banyaknya pelajaran yang dikandungnya: Pertama, amal wakaf  dapat terjaga dan terjamin umurnya. Kedua, manfaat dan manfaatnya terus berlangsung selama benda wakaf itu ada dan dapat dimanfaatkan. Ketiga, wakaf merupakan salah satu sumber pembiayaan yang sangat penting bagi kehidupan beragama dan umat.

Sumber hukum wakaf dalam Al-Qur'an tidak terdapat dalam wakaf secara eksplisit, tegas dan jelas, Al-Qur'an hanya menyebutkan secara umum, tidak secara khusus tanpa menggunakan kata wakaf. Surah Al-Baqarah ayat 215 berbicara tentang penyerahan harta dan menyumbangkan harta seseorang. Arti surah tersebut adalah "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) apa yang harus mereka infakkan. "Dan kebaikan apapun yang kamu lakukan... Allah Maha Mengetahui." Berdasarkan ayat di atas, wakaf juga dapat dikelompokkan ke dalam salah satu jenis konsumsi. Harta wakaf juga dapat diberikan kepada keluarga (kerabat), wakaf semacam itu disebut wakaf anggota (khusus), sedangkan wakaf termasuk khairy untuk manfaat umum, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas untuk fakir miskin dan anak yatim dan fisabililla. Pada ayat di atas, Allah menyebut kata Anfiqu untuk konsumsi berbagai harta yang dipersembahkan kepada Allah.

Sumber hukum perwakafan dalam Hadist adalah dengan hadist yang berkenaan dengan amal jariah seperti:
"dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya, Nabi SAW bersabda: "apabila mati seorang manuisa (anak adam), habislah amalnya terkecuali tiga perkara yaitu, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan ank yang shaleh yang mendoakan baginya" (H,R, Muslim).
Meskipun biasa disebut sedekah, menurut pendapat yang diungkapkan oleh As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar, inilah wakaf. "Ulama menafsirkan shadaqah jariah untuk wakaf dalam hadits." Sayyid Sabiq juga sependapat dengan As-Syaukan bahwa wakaf yang dimaksud dalam hadis di atas adalah: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan wakaf dan menjadikannya sunnah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT". Ini adalah pendapat Sayyid Sabiq, yang diungkapkannya setelah menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh umat Islam.

Perundang-undangan wakaf Indonesia tidak hanya berdasarkan agama, tetapi juga  hukum positif, yang bersumber dari pemikiran para ahli hukum Indonesia, sampai saat ini masalah wakaf diatur secara berbeda. Namun, aturan yang dibuat masih terbatas pada gelombang negara aktif. dr. H. Adijani al-Alabij dalam bukunya Wakaf Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek. Dikelompokkan menjadi 1 peraturan  yang tertuang dalam buku  Perundang-undangan Perhimpunan Wakaf Tanah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebagai berikut:
UU No. 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria. Pasal 49 ayat (1) memberikan isyarat bahwa "Perwakafan Tanah Milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Menurut model pengelolaan tanah wakaf, perlu dilakukan langkah-langkah dalam pengelolaan tanah wakaf, dimulai dengan pengumpulan informasi tentang tanah wakaf, penyelenggaraan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa harta benda wakaf merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat Islam. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeliharaan kawasan wakaf secara bersama-sama, membentuk tim koordinasi untuk mengelola tanah wakaf, melakukan penertiban terhadap tanah wakaf yang dimiliki, mencari dana untuk biaya sertifikat tanah wakaf. Menyelenggarakan safari wakaf terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pejabat yang terlibat dalam pengelolaan wakaf.
Langkah-langkah kongkrit itu menyangkut:
a. Pendataan
b. Pengaktaan
c. Pensertifikatan
d. Pemanfaatan secara global

Perkembangan hukum wakaf, praktik wakaf  dalam kehidupan masyarakat tidak sepenuhnya sistematis dan efektif, sehingga dalam banyak kasus harta benda wakaf tidak dilestarikan, ditelantarkan atau dialihkan secara tidak sah kepada pihak ketiga. . Keadaan ini bukan hanya karena kecerobohan atau ketidakmampuan nazir dalam mengelola dan mengembangkan situs wakaf, tetapi juga sikap masyarakat yang tidak peduli atau  memahami status situs wakaf yang seharusnya dilindungi  untuk kesejahteraan masyarakat. untuk tujuan, operasi dan penentuan wakaf.

Undang-undang No. 41 Tahun 2004, kehadiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf merupakan saat yang dinanti-nantikan, karena itu hadirnya Undang-undang tentang wakaf mendapat sambutan yang hangat, tidak hanya oleh mereka yang terkait langsung dengan pengelola wakaf tetapi juga kalangan lainnya termasuk DPR. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang telah disyahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 7 oktober 2004, sudah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan wakaf. Beberapa diantaranya adalah mengenai masalah nadzir, harta benda yang diwakafkan (mauquf bih), dan peruntukan harta wakaf (mauquf alaih) serta perlunya dibentuk badan wakaf Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun