Mohon tunggu...
Nurhafizah Nasution
Nurhafizah Nasution Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Hanya ingin berbagi dengan sejuta pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Nayu atau Menganyam Kesenian yang Mulai Ditinggalkan oleh Masyarakat Desa Rampah, Kecamatan Serbajadi

5 September 2024   09:47 Diperbarui: 5 September 2024   09:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Hasil Anyaman Kelompok IX KKN-MS Desa Rampah (Sum. Dok. Pribadi)

Menganyam adalah sebuah aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan, di mana produk yang sering dihasilkan berupa tikar, sentong, tape, tas slempang (kampir), gedok, dan lain-lain. Anyaman selalu memiliki beragam motif yang sangat unik dan cantik. Dalam Bahasa Gayo menganyam sering disebut dengan nayu. 

Desa Rampah yang berada di kabupaten Aceh Timur, kecamatan Serbajadi mejadi salah satu desa yang memiliki kekayaan alam berupa Pandan Berduri (Pandanus tectorius), dalam Bahasa Gayo dikenal dengan nama Bengkuang. Tumbuhan ini secara Biologi adalah tumbuhan yang dapat tumbuh pada daerah pesisir pantai dan hutan tropis. Bagian Pandanus tectorius yang digunakan adalah daunnya tepannya pada bagian serat daunnya.

Foto Bersama Ibu Bumah Pengerajin Anyaman Desa Rampah (sumber dok. pribadi)
Foto Bersama Ibu Bumah Pengerajin Anyaman Desa Rampah (sumber dok. pribadi)

Salah satu masyarakat yang aktif menganyam di Desa Rampah adalah ibu Bumah, yang sudah berusia 88 tahun. Ibu Bumah aktif menganyam sejak gadis, dimana beliau diajari langsung oleh ibunya. Tetapi mirisnya di era perkembangan zaman yang begitu besar, banyak generasi muda yang sudah enggan mempelajarinya. Di mana saat melakukan wawancara langsung dengan Ibu Bumah, beliau menyatakan bahwa anak dan cucu perempuannya tidak bisa menganyam bahkan enggan untuk belajar. 

Jika di ikuti proses pembuatannya yang dimulai dengan pengambilan bahan baku sampai pada proses anyam, memakan waktu yang tidak singkat, juga membutuhkan kesabaran yang tinggi. Seperti pada saat proses pengambilan dimana harus dilakukan secara hati-hati, karena tepi daun dan tulang daun yang memiliki banyak duri. Serta salah satu kesulitan yang dialami adalah bahan baku yang sulit di dapatkan pada saat ini di sekitar Rampah. Bu Bumah harus mengambil bahan baku ke desa tetangga yaitu Desa Mesir untuk mendapatkan bahan baku pembuatan anyaman. 

Pemaanfaatan hasil anyaman yang besar, seperti penggunaan pada acara adat, yaitu pernikahan,atau pada saat meninggal dunia, dimana tikar anyam sering digunakan oleh masyarakat sebagai alas mayat.  Setiap saat apalagi musim pernikahan akan membuat permintaan akan anyaman semakin banyak, sayangnya terkadang tidak terpenuhi karna yang memproduksi sangat sedikit. Karna generasi muda yang enggan belajar produksi juga semakin lambat karna para pembuat anyaman sudah lanjut usia seperti ibu Bumah yang sudah berusia 88 tahun.

Disaat kelompok IX KKN-Melayu Serumpun Desa Rampah, menyatakan ingin belajar menganyam, ibu Bumah dengan semangatnya langsung mengajak kelompok IX KKN-Melayu Serumpun Desa Rampah untuk mencari bahan pokoknya berupa pandan berduri (Pandanus tectorius). Dimana dalam hal ini Ibu Bumah merasa senang bila ada generasi muda yang ingin belajar. Beliau berharap dengan adanya anak-anak KKN yang ingin belajar menganyam, bisa mengajak generasi muda lainnya seperti para para pemudi, sehingga para pemudi desa Rampah memiliki aktivitas yang sangat bermanfaat dikala waktu luang. 

Karna para pemudi yang ada di Desa Rampah kebanyakan akan menikah muda dan bu Bumah berharap saat sudah menikah mereka memiliki sampingan, selain berladang. Bagi yang belum menikah, pemudi yang dalam istilah gaulnya gabut dapat mengisinya dengan aktivitas yang bermanfaat. Saat ditanya pada salah satu pemudi Desa Rampah, kenapa enggan untuk belajar menganyam banyak yang menjawab hal itu sulit dilakukan dan cukup membosankan, sehingga mereka enggan untuk belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun