Kesehatan adalah hak dan kewajiban setiap individu dalam suatu negara. Setiap individu yang ingin sejahtera maka dia mempunyai kewajiban untuk mempertahankan kesehatannya. Namun, tanpa sarana dan prasarana kesehatan yang layak sebagai hak individu, maka kewajiban individu untuk mempertahankan kesehatannya menjadi tak berarti.
Indonesia adalah negara yang kaya “katanya”. Sumber Daya Alam yang melimpah dan ada dimana-mana menjadi acuan bahwa negara ini kaya. Namun, patut dikoreksi bahwa yang kaya adalah Alam. Secara DeFacto dan DeJure sebuah Negara bukan hanya alam atau wilayah, tetapi juga menyangkut penduduk, pengakuan dari negara lain dan tata pemerintahan. Pandangan mengenai kekayaan alam menjadi tak berarti dengan adanya eksploitasi dari para investor yang berasal dari luar Indonesia dan penduduk di Indonesia hanyalah penduduk yang menjadi budak di negeri sendiri.
Senada dengan yang dirumuskan pada Human Development Index (HDI), bahwa indikator kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh Pendidikan, Ekonomi dan Kesehatan . Namun saat ini Indonesia lupa dengan indikator kesehatan. Sangat jelas bahwa UU No. 36 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji. Tetapi pada kenyataan yang terjadi sampai tahun 2014 ini anggaran kesehatan di Indonesia tidak sedikitpun menyentuh angka 5%.
Fakta yang ditemukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) menunjukkan bahwa pada tahun 2014 Pemerintah mengalokasikan anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.249,943 triliun dari total belanja negara Rp 1.842,495 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2014. Kemudian, Kementerian Kesehatan memperoleh alokasi ABPP 2014 sebesar Rp 46,459 triliun, terdiri atas rupiah murni Rp 39,407 triliun, PNBP Rp 355,668 miliar, BLU Rp 6,640 triliun, PLN Rp 13,870 miliar, dan PDN Rp 41,062 triliun.
Pernyataan yang bermakna sama juga disampaikan oleh Zuber Safawi sebagai anggota DPR RI Komisi IX yang mengatakan bahwa “alokasi anggaran Kementerian Kesehatan 2014 memang naik menjadi sekitar Rp 44,8 triliun, karena tahun lalu anggaran hanya Rp 36,5 triliun. Namun tahun ini terdapat alokasi dana untuk penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 20 triliun yang akan ditransfer langsung ke BPJS. PBI adalah peserta BPJS Kesehatan yang iurannya ditanggung pemerintah.Dengan demikian sebenarnya anggaran kesehatan 2014 hanya sekitar Rp 24 triliun yang tersisa bagi Kementerian Kesehatan untuk pelaksanaan tupoksinya. Ini berarti anggaran di kementerian kesehatan (Kemenkes) 2014 turun cukup tajam daibanding 2013 yang sebesar Rp 36,5 triliun, atau turun 30 persen,” tegas Zuber. Maka dari itu, kesimpulannya anggaran kesehatan di Indonesia pada tahun 2014 hanya mencapai 2,52% dari APBN. Fakta dan Data yang ditemukan tersebut semakin memperkuat bukti bahwa amanat yang disampaikan pada UU No. 36 Tahun 2009 dilupakan oleh penyelenggara negara.
Jika penyelenggara negara tidak konsisten terhadap Undang-Undang yang telah dibuatnya sendiri, maka upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan. Sehingga, sampai kapanpun MDG’s hanyalah menjadi suatu hasil kesepakatan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H