Mohon tunggu...
Nur Fatma Juniarti
Nur Fatma Juniarti Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dua anak yang pernah berkecimpung di dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Doa di Sekolah Negeri? Ingat Saja Lakum Dinukum Waliyadin

10 Desember 2014   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:35 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anies Baswedan saat ini sedang dihujat karena ucapannya mengenai tata cara berdoa di sekolah. Saya menilai hujatan yang ditujukan kepada Anies adalah salah alamat. Saya anggap mereka yang menghujat Anies tidak pernah mengetahui permasalahan doa di sekolah-sekolah negeri.

Ketika saya masih bersekolah, tata cara berdoa adalah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Ketika ketua kelas memberikan aba-aba "Berdoa..... Mulai!", kami seisi kelas mulai berdoa. Saya yang beragama Islam berdoa sambil mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah. Teman saya yang beragama Nasrani berdoa dengan menyatukan kedua tangannya sambil membaca doa-doa ajaran agamanya tentunya. Teman yang beragama katolik membentuk tanda salib ketika berdoa dan begitu pula teman-teman yang beragama lain. Tidak ada masalah. Masing-masing dari kami tidak merasa dipaksa untuk berdoa yang tidak sesuai dengan ajarannya.

Saya tidak tahu sejak kapan tradisi berdoa seperti itu berubah. Ketika saya masih tinggal di Jakarta, anak saya belajar di sekolah negeri. Tata cara berdoa pun mengikuti agama mayoritas yaitu islam. Anak saya diajarkan al-fatihah, doa orang-tua, serta doa mau belajar. Keseluruhan doa diucapkan dengan Bahasa Arab. Ketika pulang pun anak saya diajarkan membaca surat al-ashr dan doa selesai belajar. Setiap jum'at, selalu ada pengajian bersama. Satu orang siswa memimpin baca Al-qur'an dengan menggunakan pengeras suara.

Memang kegiatan yang positif menurut saya, hanya caranya tidak tepat. Bagi saya, tata cara seperti ini tidak sesuai dengan konsep islam. Kenapa? Karena di sekolah negeri terdapat siswa-siswa yang beragama lain. Agama mereka harus dihormati.  Mereka tidak boleh dipaksa untuk mengikuti ajaran islam. Bukankah dalam Al-qur'an dijelaskan bahwa "tidak ada paksaan dalam agama islam?"

Selain itu, khusus masalah hablum minallahu (hubungan manusia dan tuhan), agama islam juga menjelaskan tentang  "Lakum Dinukum Waliyadin" yang berarti "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku". Kalau dipahami dengan baik, ayat ini dengan tegas menjelaskan prinsip toleransi dalam islam. Agama tidak untuk dicampur aduk. Ajaran agama lain untuk umat agama lain, ajaran Islam untuk umat Muslim. Umat Muslim tidak diperbolehkan mengikuti tata cara beribadah ajaran agama lain. Selain itu, umat muslim juga tidak boleh mengajak umat lain untuk beribadah menurut ajaran Islam.

Masalah ritual berdoa di sekolah membuat saya menjadi resah. Resah, karena sebagai mayoritas justru tidak bisa menjalankan ayat Lakum Dinukum Waliyadin. Jika saya sebagai mayoritas tidak bisa menjalankan ayat itu, apalagi jika menjadi minoritas? Saya yakin, bahwa siswa yang beragama minoritas merasakan ketidaknyamanan ketika sedang berdoa menurut ajaran Islam. Walaupun mungkin siswa tersebut tidak mengikuti ritual agama islam, tapi tetap saja mereka akan merasakan ketidaknyamanan. Bayangan saya adalah bagaimana rasanya sholat ditengah-tengah orang yang melakukan misa?

Saya sempat berdialog dengan kepala sekolah mengenai hal ini, namun menemui jalan buntu. Yah sudah, saya hanya bisa membayangkan jika saya menjadi minoritas. Benar saja, tepat tiga tahun yang lalu kami sekeluarga pindah ke daerah yang mayoritas penduduknya non muslim. Kami harus menjadi minoritas. Dan masalah utama kami sebagai minoritas adalah ritual agama di sekolah negeri.

Apakah sebagai minoritas kami protes? Tidak. kami sadar, di Jakarta pun seperti itu. Prinsip keadilan harus dijalankan. Jika di Jakarta, sekolah negeri menggunakan ritual berdoa menurut tata cara islam, maka sah-sah saja jika di daerah lain, menggunakan ritual berdoa menurut agama mayoritas.

Kami pun 'terpaksa' menyekolahkan anak kami di sekolah swasta berbasis islam. Kami tidak sendiri, banyak juga teman-teman yang bersekolah di sekolah islam karena 'terpaksa'.  Keterpaksaan kami harus dibayar dengan cara mengeluarkan kocek lebih dalam untuk bisa bersekolah di sekolah Islam.

Bagaimana jika tidak mampu? Banyak  saudara kami yang seiman justru 'terpaksa' menyekolahkan anaknya ke negeri. Mereka sebenarnya ingin menyekolahkan anaknya di sekolah swasta berbasis islam, namun karena ketidakadaan biaya, mereka memasukkan anaknya ke negeri. Bagaimana dengan ritual berdoa? Walaupun tetap boleh berdoa berdasarkan ajaran Islam, namun tetap saja ada perasaan tidak nyaman.

Tata cara berdoa disekolah negeri, harus diatur. Rasanya tidak bijak jika memaksakan ritual berdoa berdasarkan agama mayoritas di sekolah negeri. Alangkah baiknya jika ritual berdoa disekolah negeri berdasarkan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini justru akan meningkatkan sifat toleransi beragama siswa kepada agama minoritas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun