Mohon tunggu...
Muhammad Nur Faqih
Muhammad Nur Faqih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis itu ribet

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untukmu yang Menyerah :)

26 Mei 2011   03:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:13 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"… Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui." (Al Baqoroh [1] : 216)

Hal diatas tidak bias dipungkiri, Allah telah berfirman secara gambling dan jelas dalam Al-Qur'an. Sebuah sunnatullah yang akan terjadi pada setiap diri manusia. Jika hal itu terjadi pada semua manusia maka semua sama, yang berbeda bagaimana cara menyikpainya.

Suatu saat manusia harus (baca:mau tidak mau) menjalani sebuah fase yang tidak diinginkan oleh hatinya. Menganggap semua itu buruk bukan cara untuk menjalaninya dengan baik. Sesungguhnya hanya Allah yang tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Jika kau mempunyai keinginan akan sesuatu namun belum mampu menggapainya maka bertawakallah kepada Allah, berhusnudzon kepada Allah merupakan cara terbaik menenangkan hati yang sedang gelisah disaat tidak siap menghadapi sesuatu yang berlainan dengan keinginan

"...Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah yang menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (Ali 'Imron [3] : 159)

Ya itulah cara terbaik disaat semua ucapan manusia tak bias dia "percaya" dalam menggapai keinginan hatinya. Hanya Allah sang pengatur kehidupan yang firman-Nya dalam Al-Qur'an pasti akan terjadi. Sedikit kisah yang diambil dari kisah nyata mungkin akan menyadarkan kita bahwa rasa syukur dengan kondisi yang sesuai keadaan kita yang sering kita lupakan.

Diceritakan oleh sumber pertama kepada penulis, seorang anak dari desa ketika kelas 3 SMP dia bercita-cita meneruskan perjalanan "hidup" ke sebuah pondok pesantren demi merajut mimpinya dengan sebuah universitas tertua di dunia "Al Azhar University of Cairo", perjalanan menuju mimpinya 'tersendat' dengan nuraninya yang terusik karena orang tua yang dicintainya. 3 tahun dijalani di SMA pilihan orang tuanya. Tahun terakhir menjadi tahun terberat dalam hidupnya, bukan karena tekanan dari SMA yang bobot pelajaran semakin menjadi, namun tekanan batin akan kerinduan mempelajari Islam secara utuh langsung dari sumbernya adalah impian anak itu sejak SMP. Kini kosa kata akan impiannya bertambah "Islaamic University of Madinah" dan "Al Azhar University". Nama kedua tercoret dalam angannya setelah pihak registrasi menyatakan ijazahnya tidak bias diterima karena berijazah SMA bukan Aliyah. Kini madinah menjadi kota dambaannya

Bulir air mata kembali mengalir

Anak sungai dibawah kelopak mata

Hangat

Sepertinya Allah masih menguji ketabahannya dalam bercita-cita, mengukur seberapa besar cita-cita yang sebenarnya. Orang tua kembali menciutkan nyalinya untuk berbuat nekat (baca:berani), dalam hati sebenarnya anak itu tidak takut menghadapi kemungkinan buruk demi memncapai keinginannya belajar di kota nabi itu.

Bahkan "tawaran" seorang alumni mahasiswa Yaman dengan nama Yadi (Universitas Al-Iman, Sana'a) untuk belajar Islam disana membuat hatinya berbuncah ruah, sebuah kesempatan emas.

Namun pada akhirnya keputusannya adalah bertekad menembus perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Tekad itu bulat dengan dasar dua alas an :

1.Keinginan hatinya yang bulat, rasa pernah melihat nama perguruan tinggi itu ketika masih di bangku MIMA (setingkat SD) di buku RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) pada bab "Daftar Nama Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia" dengan foto salah satu gedung di Institusi itu.

2.Rasa penyesalan kepada kedua orang tuanya karena tidak berhasil menorehkan prestasi dengan husnul khotimah di SMA.

Bukan penyesalan yang dia dapat dengan keputusan itu melainkan rasa aneh bergelayut dihatinya pada saat-saat tertentu

Lantunan indah Syaikh Haromain

Mengalir dalam bait-bait kalam ilahi

"Dan dia (Allah) tuhan penguasa barat dan timur, maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan?" (Ar Rohman [55] : 17-18)

Meneteskan bulir air mata yang hangat

Resapan akan ayat itu

Cita khas suara itu

Mengingatkannya akan sebuah kota nun jauh disana

Kota panas akan sahara namun sejuk akan ilmu

Mekkah

Radius 498 km dari kota cantik impian anak muda itu

Tak ada yang bias dilakukannya disatu sisi dia telah bersyukur dengan anugerah dikabulkan oleh Allah untuk bersekolah disebuah institusi teknik terbaik. Disisi yang lain tangisnya selama ini tidak bias ia pungkiri adalah untuk kota cantik impiannya, Madinah.

Dan begitu terus dalam setiap detik, menanti sebuah keajaiban Allah untuk membalik hati yang selama ini keras pada sebuah balutan restu yang indah untuknya.

"nak . . . pergilah ke kota itu. Demi allah kami ridho"

Anak itu yakin Allah tidak tuli dengan permohonan dan jeritan hatinya selama ini, entah kapan InsyaAllah dengan izin Allah ia akan berada disana, ditengah pemuda-pemuda lain atau bahkan orang tuanya, atau orang-orang tua yang sedang menuntut ilmu di hadapan seorang Syaikh. Harapan itu hanya ia salurkan kedalam bulir air mata, hangat.

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

(Al-Baqoroh [1] : 186)

Tutur kata dari anak muda itu terhenti sampai disini, dia tersenyum dan berkata "Allah tidak tidur, Allah maha menepati janji, itu Allah katakana sendiri dalam firman-Nya, ternyata mengapa aku dulu gagal ke Mesir, aqidahku amburadul saat itu dengan masih mengamalkan ajaran yang tidak ada contohnya, kenapa Allah menunda kepergianku ke madinah, karena mungkin aqidahku belum sekuat baja dalam menghadapi fitnah.

Wahai saudaraku, tempat dimana kau berpijak saat ini jangan kau jadikan bahan lelucon dalam setiap langkahmu. Lelucon yang menjadikan kita terhambat meraih mimpi kita yang sebenarnya. Tahukah anda apa yang dilakukan anak yang berada dalam kisah tadi?

Hari ini tidak sedikitpun mimpi ke kota padang pasir itu runtuh dengan waktu, semakin hari semangat untuk kesana semakin menggila, kerinduannya membuncah ruah.

Semoga Allah merahmati cita-citanya

Bersyukurlah wahai hamba Allah

Berapa banyak nikmat Allah yang engkau keluhkan

Padahal rahasia Allah itu hanya Allah yang memegang, bukan engkau wahai hamba Allah

Rahasia Allah akan manis pada waktunya

Waktu dimana Allah menunjukkan kebesaran-Nya

Ya Allah

Duhai Dzat yang maha membolak-balikkan hati

Rasa rinduku akan kota nabimu sampaikanlah kepada mereka kedua orang tuaku

Hamba Allah

30 Robi'ul Akhir 1432 H

Di bumi Allah

Spesial untuk Ibu yang saat ini menjadi pahlawan devisa di kota cantik impianku, senyumku untukmu ibu, kau telah mendahuluiku menginjakkan kaki di kota itu

Untukmu ayah, yang saat ini sedang meluruskan tulang punggung yang ia gunakan membanting tulang siang tadi, tenang Ayah, suatu saat kau juga akan kubawa ke kota cantik impianku InsyaAllah, meski kau kalah start dengan istri tercintamu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun