Perjanjian merupakan salah satu sebab timbulnya perikatan. Dengan timbulnya perikatan, maka semua pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi masing-masing. Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas konsensualisme, dimana perjanjian terebentuk karena adanya konsensus atau perjumpaan kehendak diantara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Artinya perjanjian lahir ketika dicapainya kata sepakat. Dengan kata lain, tanpa adanya sepakat, maka tidak akan ada perjanjian. Oleh karena itu, adanya sepakat ini juga merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jika syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian tersebut dapat dilakukan pembatalan. (Erni 2016).
Timbulnya perikatan oleh suatu perjanjian tentunya harus memperhatikan dan menimbang beberapa hal yang diantaranya adalah kesepakatan, kehendak bebas, hal yang diperjanjikan, dan sebagainya. Karena aspek-aspek tersebut sangatlah penting untuk melangsungkan suatu perjanjian. Lebih jelasnya berikut beberapa point yang menjadi titik berat dalam suatu perikatan akibat perjanjian.
- Kesepakatan: Perjanjian menganut asas konsensualisme, yang berarti perjanjian terbentuk karena adanya kesepakatan atau konsensus antara pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa semua pihak sepakat dengan isi perjanjian tersebut.
- Syarat sah: Seperti halnya perjanjian pada umumnya, perjanjian yang menganut asas konsensualisme juga harus memenuhi syarat sah. Syarat sah ini meliputi kesepakatan para pihak, objek yang jelas dan halal, serta kecakapan untuk membuat perjanjian.
- Kehendak bebas: Asas konsensualisme juga mengharuskan bahwa kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat harus didasarkan pada kehendak bebas dari masing-masing pihak. Artinya, tidak ada unsur paksaan atau penipuan dalam proses tercapainya kesepakatan tersebut.
- Bentuk perjanjian: Perjanjian yang menganut asas konsensualisme tidak memerlukan formalitas tertentu dalam bentuknya. Oleh karena itu, perjanjian dapat dibuat secara lisan atau tertulis.
- Pelaksanaan: Setelah tercapainya kesepakatan, semua pihak harus melaksanakan isi perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Terkait suatu perikatan yang timbul akibat perjanjian, tentu ada aturan tertulis yang menjadi acuan dalam mengatur segala bentuk perikatan tersebut. Berikut hukum positif di Indonesia yang mengatur tentang berbagai macam perikatan.
Perikatan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pada Buku III Pasal 1233 – Pasal 1864, yang terdiri dari XVIII BAB yaitu:
BAB I Perikatan pada umumnya. BAB II Perikatan yang lahir karena kontrak atau persetujuan. BAB III Perikatan yang lahir karena undang-undang. BAB IV Hapusnya perikatan. BAB V Jual beli. BAB VI Tukar menukar. BAB VII Sewa menyewa. BAB VIIA Perjanjian kerja. BAB VIII Perseoran perdata. BAB IX Badan hukum. BAB X Penghibahan. BAB XI Penitipan barang. BAB XII Pinjam pakai. BAB XIII Pinjam pakai habis. BAB XIV Bunga tetap dan bunga abadi. BAB XV Persetujuan untung-untungan. BAB XVI Pemberian kuasa. BAB XVII Penanggungan utang. BAB XVIII Perdamaian.
Dalam artikel dengan judul “Perjanjian yang Menganut Asas Konsensus”, penulis membahas tentang perjanjian yang dibuat di masyarakat bersifat ‘konsensuil’, dalam artian perjanjian dianggap sah dan mengikat apabila tercapainya kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diperjanjikan. Asas konsensualisme adalah salah satu asas dalam perjanjian, dimana perjanjian terebentuk karena adanya konsensus atau perjumpaan kehendak diantara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Artinya perjanjian lahir ketika dicapainya kata sepakat. Dengan kata lain, tanpa adanya sepakat, maka tidak akan ada perjanjian.
co: Muh. Nur Fajri Pilomonu & Irsyad Putrawan Gobol
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H