Orang Tua
(Antara Bekerja dan Anak)
Orang tua bekerja, terkadang keduanya untuk menghidupi dan membahagiakan keluarga. Dengan sangat terpaksa anak-anak dititipkan di tempat penitipan anak (daycare) jika tak ada orang di rumah yang mengasuh dan menjaganya sewaktu kedua orang tuanya bekerja. Survei tahunan yang dilakukan oleh Perawatan Keluarga dan Anak, menemukan bahwa rata-rata di Inggris, Skotlandia dan Wales mengirimkan seorang anak ke tempat penitipan anak selama 25 jam seminggu menghabiskan biaya 115,45 pounds (Rp 2,3 juta). Jika bekerja untuk membahagiakan anak,tetapi di sisi lain uang gaji malah tersedot untuk anggaran penitipan anak. Jadinya anak tidak dekat dengan orang tuanya yang bekerja keras untuk membayar biaya penitipan anak. Harga tempat penitipan paruh waktu untuk anak di bawah dua tahun sudah naik hampir sepertiga dalam lima tahun terakhir. Orang tua sekarang dipaksa untuk membayar lebih dari 6.000 pounds (Rp 119 juta) per tahun.
Berbeda cerita dengan negeri sakura yaitu di Jepang, di sanamemang banyak wanita yang mengejar karir untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, namun hal itu sudah mengalami penurunan tiap tahunnya. Data pemerintah menunjukkan bahwa wanita Jepang yang berusia 27 tahun yang keluar dari lapangan kerja untuk alasan membesarkan anak justru malah mengalami peningkatan.
Mereka berhenti karena mereka meyakini bahwa mendidik anak dengan kemampuan sendiri akan membuahkan hasil yang lebih baik. Bagi wanita Jepang yang memilih melahirkan anak, mempunyai suatu pegangan secara ilmiah maupun dalam tradisi Jepang, yaitu, mitsu no tamashi -masa-masa emas meletakkan pendidikan dasar dalam usia tiga tahun pertama masa perkembangan pesat otak seorang anak-, adalah penyebab utama ibu muda Jepang berpendidikan meninggalkan lapangan kerja dan melaksanakan ikuji-meletakkan dasar pendidikan berperilaku sejak dini kepada anak-anaknya.
Dan juga karena di Jepang sangat susah untuk menemukan pembantu rumah tangga layaknya di Indonesia. Kalaupun ada, pasti memakan biaya yang sangat mahal. Sehingga mau tidak mau mereka harus merawat sendirian dan mendidik anaknya dan juga melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya seperti memasak, membersihkan rumah dan lainnya.
Ada sebuah pertanyaan terlontar kepada ibu-wanita Jepang, mengapa mereka tidak mencari pembantu rumah tangga. Sebagian besar mereka menjawab bahwa mereka ingin, tapi mereka lebih menginginkan untuk mengurus dan membesarkan anaknya dan tidak ingin diserahkan kepada orang lain. Lain dengan wanita Indonesia yang lebih cenderung mengejar karir dan rela menitipkan anak mereka kepada orang tua ataupun pengasuh. Mereka tidak mau repot-repot mengasuh anak sedang mereka sendiri masih repot dengan pekerjaan yang menumpuk. Akibatnya kebanyakan sang anak tumbuh dengan nilai dan norma yang bukan dari orang tua (ibu) kandung. Dan nantinya akan menciptakan generasi yang tidak baik bagi keluarga maupun masyarakat.
Melihat dari pernyataan di atas bagaimana peran wanita sebagai ibu yang kelak sebagai pendidik anak itu sangat penting. Bagaimana dengan peran tersebut dapat membantu dan mendukung kemajuan bangsa. Secara akademis, mereka (para wanita-ibu) berusaha belajar dan bersekolah justru bukan untuk kepentingan karir diri mereka sendiri. Mereka bersekolah justru agar bisa mengajari anak-anak mereka lebih baik. Sedangkan dari aspek sosialisasi, mereka mengajarkan anak-anak mereka bertingkah laku dengan kesopanan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu bagaimana bila wanita khususnya para ibu berkarir? Maka janganlah sampai terlena, berusaha untuk meluangkan waktu dan menjalin ikatan emosional dengan anak serta memberiperhatian, berkomunikasi serta kasih sayang. Dengan demikian dapat mengontrol anak dan memberikan stimulasi untuk memenuhi rasa ingin tahu pada anak di usia antara1-3 tahun tersebut tidak terlewatkan. Dengan adanya hubungan yang hangat terhadap anak , maka orang tua dapat memfasilitasi anak agar dapat mengembangkan kemampuannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI