Pada awal Mei 2023, Ketua DPR Aceh, Yusri Ahmadi, mengusulkan agar bank konvensional dapat kembali beroperasi di Aceh, dengan alasan bahwa Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami kegagalan dalam pelayanan. Namun, saran ini tidak dapat diterima begitu saja tanpa pertimbangan yang cermat.
Pertama, alasan utama dibentuknya sistem perbankan syariah adalah untuk menghindari riba, yang merupakan praktik yang dilarang dalam Islam. Kembali ke sistem perbankan konvensional berarti mempromosikan praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, dan juga bisa menimbulkan keraguan pada komitmen Aceh sebagai provinsi syariah.
Kedua, kegagalan BSI seharusnya tidak digeneralisasi untuk semua bank syariah, karena setiap institusi memiliki manajemen yang berbeda dan juga memiliki tantangan masing-masing. Pengalaman buruk dengan satu lembaga tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghilangkan seluruh sistem yang ada.
Ketiga, Aceh harus mempertimbangkan dampak dari keputusan ini pada ekonomi syariah di wilayah tersebut. Saat ini, Aceh sedang membangun infrastruktur dan ekosistem syariah yang kuat, dan memperkenalkan bank konvensional dapat mengambil fokus dan sumber daya dari upaya ini.
Terakhir, saran ini tidak sejalan dengan tren global saat ini, di mana banyak negara dan institusi sedang beralih ke sistem keuangan yang lebih berkelanjutan dan beretika. Alih-alih mempromosikan sistem yang telah ditinggalkan oleh banyak negara, Aceh harus mempertimbangkan untuk berinovasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh BSI.
Secara keseluruhan, keputusan untuk mengizinkan bank konvensional kembali beroperasi di Aceh harus dipertimbangkan secara cermat dan dengan memperhatikan semua konsekuensi jangka panjang, termasuk dampak pada nilai-nilai syariah, ekonomi syariah, dan pergeseran global ke arah keuangan yang lebih berkelanjutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H