Mohon tunggu...
nurediyanto
nurediyanto Mohon Tunggu... Peneliti -

Mengaku sebagai keturunan nabi. Aktivitasnya menghapal Alquran terganggu oleh aktivitas menghapal password social medianya yang banyak -klosetide.wordpress.com-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri Vs. Swasta

18 Desember 2011   17:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernahkah Anda mendengar ada kasus seorang ibu yang tak diijinkan pulang membawa bayinya pasca melahirkan di salah satu Rumah Sakit milik pemerintah gara-gara tak sanggup membayar sewa kamar inap? Atau, seringkah Anda mendengar banyak Rumah Sakit berlabel ‘negeri’ penuh sampah dan buruk pelayanannya? Lalu, adakah organisasi milik swasta yang berbiaya rendah namun baik pelayanannya? Barangkali fenomena seperti itu memang ada. Peter F. Drucker pernah bilang bahwa jika suatu organisasi berorientasi pada profit, maka organisasi tersebut akan kehilangan profit dan pelanggan. Namun, jika organisasi itu berorientasi pada pelanggan, maka ia akan mendapatkan pelanggan plus profit sekaligus. Organisasi yang menjadikan pelayanan terbaiknya (good service) sebagai prioritas, organisasi tersebut pastinya akan digandrungi oleh banyak orang. Dan, dengan itu otomatis keuntungan akan mengalir dengan datangnya pelanggan. Sebaliknya, organisasi yang menempatkan pelayanannya sebagai posterioritas, maka akan ditinggal orang sekaligus duit. Baiknya organisasi milik swasta dalam melakukan pelayanan telah terlihat dengan banyaknya mendapatkan hati publik. Persoalan ini tentu akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan organisasi yang berlabel negeri yang banyak dirasakan publik mengenyampingkan pelayanannya. Berpalingnya hati publik tersebut tak bisa kemudian disalahkan. Ada asap tentu ada api. Kesan asal melayani—jika tak mau dibilang asal jadi—telah tertanam di benak publik jika harus berurusan dengan organisasi milik pemerintah. Berbelit, lama, mahal, inilah kesannya. Memang tak semua organisasi publik seperti itu, tapi kebanyakan adalah seperti itu. Berbeda halnya dengan swasta kini. Cepat, praktis, murah. Pada akhirnya, publik pun akan berlarian ke swasta. Fenomena paradoksial juga terjadi dalam dunia organisasi. Organisasi berlabel pemerintah yang justru memiliki tugas dalam melayani publik malah minus dalam hal pelayanannya, menjadikan pelayanan sebagai posterioritas. Sedangkan organisasi milik swasta yang orientasinya meraup untung justru kini bergeser, menjadikan pelayanan sebagai prioritas. Kini, organisasi swasta dipandang telah memunculkan ‘mata air’ yang dapat memberi kehidupan untuk perut publik. Organisasi milik negeri malah menciptakan ‘air mata’ di mata publik. Miris sekaligus aneh…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun