Gambar BBCIndonesia.Com Sebagaimana dalam siaran berita BBC London seksi bahasa Indonesia pada hari Kamis 18 April 2013  pukul 18.00 wib dilaporkan,bahwa Amnesty Internasional menuntut  pemerintah Indonesia supaya segera membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)untuk mengentaskan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia(HAM)di Aceh saat terjadi peperangan antara Indonesia -GAM(1976-2005). Berbagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia(HAM)ketika terjadi konflik antara NKRI dan Gerakan Aceh Merdeka(GAM)yang telah menewaskan antara 10.000 sampai 30.000 jiwa,yang sampai sekarang masih belum ditanggapi serius oleh Pemerintah Indonesia di Jakarta dan juga pemerintah Aceh,seperti dilaporkan BBC London hari Kamis 18 April 2013. Berbagai kebiadaban yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM di bumi Iskandar Muda itu tidak hanya dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia seperti TNI dan Polri ,akan tetapi juga dilakukan oleh GAM yang harus segera dituntaskan.Terkait masalah itu Direktur Asia-Pasifik Amnesty Internasional , Isabelle Arradon dalam jumpa persnya di Jakarta Kamis 18 April 2013 menegaskan bahwa para keluarga korban pelanggaran HAM selama konflik di Aceh masih  menunggu kebenaran,keadilan serta pemulihan nama-nama baik mereka ,ujarnya seperti dilaporkan wartawan BBC Heyden Affan Kamais 18 April 2013. Dalam peperangan terbesar di Aceh setelah peperangan melawan Belanda telah terjadi berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kedua pihak yang bertikai ,tetapai sampai sekarang proses penyelesaiannya masih tidak serius .Meskipun pernah dibentuk Pengadilan Koneksitas oleh Menkumham Yusril Ihza Mahendra untuk mengadili oknum-oknum TNI yang melakukan pembantaian terhadap Teungku Bantaqiyah beserta para santrinya di Pondok Pesaantren  Beutong Ateuh,Aceh Barat.Namun demikian karena alasannya saksi kunci sekaligus pelakunya menghilang tidak jelas. Selama konflik Aceh pemerinatah Indonesia melancarkan operasi "Jaring Merah"sampai menjadiakan daerah yang besar sekali konstribusinya bagi NKRI itu sebagai "Daerah Operasi Militer(DOM)dan "daerah Darurat Militer"sampai melancarkan ofensif militer besar-besaran dimasa rejim Megawati Sukarno Putri sebagaimana dilakukan oleh bapaknya dahaulu. Sebagaian besar korbannya anatara 10.000 saamapai 30.000 jiwa itu  merupakan warga sipil yang hingga sekaarangpun diketahui makamnya,mereka dihilangkan paksa oleh para pihak yang bertikai itu. Sekarang para keluarga korban berjuang mencari titik terang untuk mengetahui apa yang terjadi kepada sanak saudaranya,tetapi baik mantan GAM yang sekarang berkuasa di Aceh maupun para peluku lainnya di Indonesia masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum. Dalam konteks inilah Direktur Asia Pasifik Amnesty Internasional,Isabelle Arradon meminta keseriusan Indonesia untuk mengakui berbagai pelanggaran HAM yang mereka lakukan terhadap warga Aceh dan menyeret mereka kepengadilan agar bisa mempertanggung jawabkan kebiadabannya.Begitu pula para pelaku kebiadaban dari pihak GAM perlu diadili juga di pengadilan,jangan hanya hidup senang diatas air mata para keluarga korban karena ulah kedua pihak tersebut. Namun demikian seruan itu kelihatannya kurang mendapat tanggapan dari Indonesia,sebagaimana terjadi terhadap Munir yang sampai sekarangpun belum tuntas.Ketua Komisi Tinggi HAM  PBB,Novi Pilley juga sudah menyerukan hal serupa sebelumnya,tetapi seperti sudah diperkirakan sebelumnya bahwa memang Indonesia enggan mengentaskan masalah pelanggaran HAM tersebut.Oleh karenanya semestinya Amnesty Internasional,Komisi HAM PBB membawa masalah itu ke pengadilan kejahatan perang Internasional ICC sebagaimana penjahat perang dari Balkan. Pengadilan Indonesia tidaka bisa di andalkan,satu orang saja seperti almarhum Munir masih juga belum bisa diselesaaikan dengan tuntas apalagi menyangkut korban pelanggaran HAM di Aceh yang jumlahnya begitu besar.Makanya Amnesty Internasional,Komisi Tinggi HAM PBB tidaka perlu membuang-buang waktu sia-sia minta Indonesia mengentaskan masalah pelanggaran HAM di Aceh mrena jauh panggang dari apai,dan segera saja bawa masalah itu ke ICC supaya para penjahat perang itu diseret kesana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H