Tidak sia-sia saja Paman  Sam  membiayai Densus 88 dengan dana yang  sangat besar ,untuk memberantas berbagai  kelompok-kelompok  yang dianggap teroris tersebut. Pemerintah Idonesia boleh berbangga hati dalam masalah pemberantasan teroris, yang memiliki  berbagai pakar teroris yang jauh melampaui negara-negara lainnya termasuk AS .
Indonesia juga  memiliki berbagai pengamat teroris yang khandal  seperti Ketua BNPT, Arsyad Mbai ,Al Haidar ,Nasir Abbas dan sebagainya ,yang bisa melihat jauh kedepan soal jaringan teroris tersebut dengan berwajah dingin .Bahkan beberapa pengamat itu bisa  mengungguli gurunya, Sidney John yang sudah lama enggak muncul di media elektronika tersebut.
Selain itu sebagai eksekutor di lapangan Indonesia memiliki Detasemen Khusus(Densus 88)anti teroris yang menyaingi FBI,CIA,M15,M16 ataupun Mossad.Bahkan kemungkinann saja kemampuan Densus 88 tersebut sudah jauh melampaui intrukturnya dari AS dan Australia. Prestasinya tidak perlu di  ragukan lagi,  karena beberapa tahun terakhir ratusan teroris berhasil di rontokkan.
Memang sangat di sayangkan karena puluhan gembongnya tewas dalam penggerebekan,sehingga sebagian jaringannya teruputus sulit  terungkap. Namun hebatnya Densus 88 "sisi gelap"tersebut sedikit demi sedikit akhirnya berhasil juga diungkap,maka muncullah suatu jaringan teroris yang menurut Arsyad Mbai sangat besar di Indonesia.Ia ketika ke DPR untuk minta tambahan dananya juga mengatakan,bahwa jaringan Solo salah satu jaringan teroris terbesar di Indonesia.
Arsyad Mbai juga  mengemukan, bahwa salah satu target teroris adalah Gedung DPR di samping  simbol-simbol negara lainnya seperti kepolisian,Markas Densus 88 dan lainnya.Mendengar pernyatan Arsyad Mbai bahwa  Gedung DPR salah satu targetnya, sehingga semakin mulus bagi  penambahan anggaran bagi BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Teroris)itu .                                                                                                                                                                                                                       Jika CIA atau FBI sampai  sekarangpun belum  berhasil mengungkap siapa sebenarnya tokoh intelektual di balik penembakan Presiden AS JF.Kennedy ,meskipun sudah puluhan tahun lamanya itu.Tetapi Densus 88 dalam beberapa tahun saja berhasil merontokkan ratusan teroris,  dan bulan September ini saja sudah 24 orang dari kelompok Solo berhasil ditangkap,serta mengungkapkan kelompok-kelompok teroris lainnya .
Namun demikian apa yang dicapai oleh Densus 88 dalam menanggulangi teroris,berbanding terbalik dengan proses  pengungkapan  kasus -kasus pelanggaran  HAM berat yang ada di  Indonesia. Belasan kasus-kasus atas aktifis  pro demokrasi yang diculik tahun 1997-1998 sampai sekarang belum bisa diusut secara tuntas, dan bahkan kasus Munir juga semakin enggak jelas ujungnya.                                                                                                                                                                                                                     Apalagi jika di tarik sedikit laghi kemasa lalu,maka semakin banyak kasusu pelanggaran HAM berat belum tersentuh hukum, seperti Trisakti,Tanjung Periuk, seputar peristiwa  G 30 S/PKI , Talang Sari,Papua,12-13 Mei 1998 dan Aceh.Kegagalan dalam pengungkapan berbagai kasus pelanggaran HAM sudah mencoreng  wajah Indonesia, bahkan bisa mengurangi  prestasi yang dicapai Densus 88 sekarang ini.                                                                                                                                                                                                                Mengapa hal semacam itu bisa terjadi ? Dan kalau kita berandai-andai kemungkinan terkait masalah politik, karena relatif lebih cepat proses  pengungkapan kasus-kasus teroris di sebabkan kelompok itu terdiri dari warga masyarakat yang melakukan berbagai kekerasan sebagai refleksi kekecewaaanya kepada pemerintah. Sementara faktor belum terungkapnya berbagai kasus pelanggaran HAM itu ,karena para pelakunya terkait dengan institusi-insitusi pemerintah ? .Dan bagaimana menurut pendapat anda, meskipun  Negara Kesatuan Republik  Indonesia ini kononnya menurut UUD 1945 berdasarkan hukum, bukan berdasarkan kekuasaan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H