Mohon tunggu...
Nur Zahira
Nur Zahira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobby saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pertahanan Maritim Indonesia di Tengah Gejolak Laut China Selatan

31 Mei 2024   17:20 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:24 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu ancaman yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi stabilitas  kawasan di Asia Tenggara dan dampaknya akan merugikan negara-negara ASEAN tak terkecuali Indonesia. Indonesia ikut memperjuangkan kepentingannya sebagai negara maupun sebagai natrolite raison dan upaya untuk menyelesaikan konflik tersebut melalui jalan damai. Sengketa Laut China Selatan bisa menjadi ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia.

Konflik di Laut China Selatan berkaitan dengan sengketa klaim teritorial atas pulau, karang, dan jalur perdagangan strategis. Sengketa Laut China Selatan bisa menjadi ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia. Hal ini telah terjadi sejak tahun 1947 silam. Dasar yang digunakan China untuk mengklaim seluruh kawasan Laut China Selatan yakni 9 garis putus-putus atau nine desline. Negara-negara yang terlibat dalam konflik tersebut diantaranya China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Dilihat dari letak geografis Laut China Selatan menunjukkan adanya klaim tumpang tindih perbatasan. Karena perbatasan dari teritorial kedaulatan yang dimiliki oleh satu negara bertindihan dengan wilayah negara lain. Kesulitan pembuatan batas wilayah negara dari laut bukan hanya mengenai laut teritorial, tetapi juga menyangkut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dari segi politik, kawasan ini dibatasi oleh negara-negara yang memiliki sejarah konflik yang berkepanjangan. Meski laut wilayah ZEE Indonesia termasuk paling sedikit yang beririsan dengan klaim 9 garis putus-putus China, kewaspadaan tingkat tinggi harus terus diterapkan.

Meskipun Indonesia tidak memiliki klaim wilayah langsung di Laut China Selatan, konflik tersebut dapat memengaruhi stabilitas regional dan keamanan maritim, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kedaulatan Indonesia sebagai negara maritim. Dalam peningkatan ketegangan di wilayah tersebut bisa berdampak pada aktivitas perikanan, perdagagan, dan keamanan laut di sekitar perairan Indonesia. Ketegangan semakin diperparah oleh kebijakan militer, pembangunan pulau buatan, dan peningkatan aktivitas militer di wilayah tersebut. Kompleksitas geopolitik dan ketidaksetujuan atas batas wilayah menjadi pemicu utama konflik di Laut China Selatan.
Upaya Indonesia dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan dengan melibatkan diplomasi aktif, kerjasama regional, dan penegakan hukum internasional. Sebagai anggota aktif dalam ASEAN (Perhimpunam Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), Indonesia berupaya memfasilitasi dialog multilateral dan memperkuat kerjasama antar negara-negara ASEAN dan Tiongkok untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas dan keamanan di kawasan tersebut, serta untuk mencapai konsensus mengenai pedoman perilaku yang saling dihormati di Laut China Selatan. Selain itu, penguataan infrastruktur maritim di Kepulauan Natuna menunjukkan komitmen Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan wilayah.

Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk menanggapi konflik di Laut China Selatan. Indonesia konsisten telah menekankan pentingnya penyelesaian konflik sesuai dengan hukum internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Indonesia juga telah menegaskan komitmennya terhadap prinsip-prinsip perdamaian, stabilitas, kebebasan berlayar, dan penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara di kawasan tersebut. Indonesia juga meningkatkan operasi patroli laut yang intensif dengan tujuan untuk mengawasi dan mengamankan perairan Indonesia. TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) berkoordinasi untuk melakukan patroli rutin, terutama di wilayah-wilayah yang rawan seperti Natuna. Patroli ini tidak hanya untuk menunjukkan kehadiran, tetapi juga untuk menangkap kapal-kapal yang melakukan pelanggaran seperti illegal fishing.  

Selain itu, berbagai aspek yang mencakup peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan pertahanan maritim;
•Partisipasi komunitas pesisir, termasuk nelayan dan penduduk pulau-pulau terluar. Pemerintah Indonesia, melalui berbagai program, berusaha memberdayakan komunitas ini dengan memberikan pelatihan dan dukungan.
•Pemerintah dan TNI Angkatan Laut mengadakan program pelatihan edukasi yang mencakup keterampilan dasar dalam navigasi dan keselamatan di laut, serta pemahaman tentang hak-hak maritim dan kewajiban sesuai hukum nasional dan internasional.
•Pendidikan dan media juga berperan dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi, dengan mengintegrasikan materi tentang pertahanan maritim dan menyebarluaskan informasi dan edukasi mengenai dinamika Laut China Selatan.
•Pengembangan ekonomi maritim yang berkelanjutan juga dikembangkan oleh pemerintah dan sektor swasta. Dengan budidaya perikanan dan pariwisata maritim, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga ekosistem laut.

Dengan mengintegrasikan masyarakat dalam upaya pertahanan maritim, Indonesia tidak hanya memperluas pengawasan dan keamanan laut, tetapi juga membangun kesadaran koleksif akan pentingnya menjaga kedaulatan dan stabilitas wilayah maritim ditengah dinamika Laut China Selatan. Adanya pendekatan tersebut dapat menciptakan sinergi, dan menjadikan pertahanan maritim sebagai tanggung jawab bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun