Mohon tunggu...
Nur Baiti
Nur Baiti Mohon Tunggu... -

Writer, financial advisor, trainer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berjaya di Tengah 'Badai'

25 Februari 2013   19:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:42 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BERJAYA DI TENGAH ‘BADAI’

Kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar (Aher-Demiz) dalam Pemilukada Jawa Barat, -setidaknya menurut sembilan hasil hitung cepat (quick count) yang berbeda- terbilang fenomenal. Dengan perolehan suara di atas 30% membuktikan bahwa masyarakat Jawa Barat masih menaruh kepercayaan besar terhadap sosok Ahmad Heryawan. Kemenangan kali ini seakan terasa lebih manis,daripada pemilihan pertamanya, karena terjadi di tengah ’badai’ politik yang menerpa mantan pucuk pimpinan PKS, partai yang menjadi pendukung utama pasangan ini beberapa waktu yang lalu.

Saya pribadi melihat kemenangan Aher-Demiz ini merupakan gabungan dari berbagai faktor sebagai berikut :

Pertama : Sosok Ahmad Heryawan itu sendiri.

Ahmad Heryawan adalah sosok yang dikenal soleh oleh masyarakat dengan segudang prestasi. Tanpa gembar-gembor, tak kurang 92 penghargaan telah diraihnya selama masa jabatannya. Sebuah pencapaian yang belum pernah dicapai gubernur mana pun di Indonesia. Jauh dari hiruk pikuk pencitraan media, Ia adalah sosok yang terus berkiprah, seseorang yang terus berkarya. ‘Berprestasi meski dalam sepi’.

Kesolehan dan prestasi inilah yang akhirnya mendorong Deddy Mizwar untuk mau bergabung sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat.

Kedua : Sosok Deddy Mizwar.

Siapa yang tidak kenal budayawan yang satu ini? Saat saya masih SD, film “Naga Bonar” begitu tenar hingga penayangannya dinanti-nanti. Bahkan pameo “Apa kata dunia?” kembali populer sejak menjadi tagline iklan membayar pajak.

Deddy Mizwar juga dikenal sebagai sosok yang idealis. Ia bukan sosok ‘aji mumpung’ yang gampang mengiyakan sesuatu. Ia tidak terpancing dengan nama besar sehingga sangat selektif dalam memilih peran maupun pemain. Ia lebih memilih artis baru yang belum dikenal dan menggemblengnya secara langsung daripada memaksakan diri bekerja sama dengan artis ternama jika memang tidak sesuai dengan standarnya. Tak heran, karya-karyanya selalu menjadi jaminan mutu.

Kepiawaiannya juga mengangkat nama-nama baru yang sebelumnya tidak dikenal. Sebut saja Andre Taulani dan Zaskia A Mecca yang melambung namanya di dunia layar lebar sejak film “Kiamat Sudah Dekat’. Sinetron ‘Para Pencari Tuhan’ sendiri menjadi satu-satunya sinetron Indonesia yang saya tonton. Konon kabarnya, presiden SBY pun menonton serial ramadhan itu.

Sikap selektif Deddy Mizwar ini pun ditunjukkannya ketika menerima tawaran cawagub Jabar mendampingi Aher. Tidak diragukan lagi, sebelumnya Deddy telah banyak menerima ‘pinangan’ politik dari partai-partai lain untuk berbagai daerah. Dengan lobi yang berlangsung alot, setelah ‘menyelidiki’ sosok yang akan didampinginya, barulah ia memutuskan untuk bergabung di detik-detik terakhir.

Dalam sebuah wawancara di televisi, Deddy Mizwar menepis dugaan miring dengan menegaskan bahwa dirinya tidak menerima satu rupiah pun sebagai ‘mahar’ mendampingi Ahmad Herywan dan melakukannya untuk ibadah semata-mata.

Faktor ketiga adalah para pendukung dari kalangan artis, ulama dan tokoh-tokoh masyarakat. Sebut saja nama-nama besar sekelas Didi Petet, Sys NS, Roy Martin, Trio Bajaj, Zaskia A Mecca, Aa gym, Cintami Atmanegara, Henidar Amroe, Dwi Yan, Jarwo Kuat, Cici Tegal, dan sederet artis ternama lainnya yang menyatakan dukungan terhadap pasangan ini.

Yang menarik bagi saya adalah sosok Dicky Chandra. Dicky adalah sosok yang nama baiknya ‘saved by destiny’. Ia mengundurkan diri sebagai wakil bupati Garut karena merasa tidak sejalan dengan bupati Garut saat itu, Aceng Fikri yang dianggapnya tidak pro rakyat dan mengkhianati janji kampanye. Dicky bahkan hampir menangis saat menyatakan pengunduran dirinya di televisi, dan menyanyikan lagu yang diciptakannya : “Maafkan Garut”, tanpa menyebut secara jelas alasan pengunduran dirinya.

Belakangan, keputusannya terbukti benar dengan kasus yang menimpa Aceng dan berbuah pemakzulannya baru-baru ini.

Dengan ‘trauma’ politik seperti itu, sangat menarik ketika Dicky justru tampil secara terang-terangan dalam iklan kampanye mendukung pasangan Aher-Demiz. Hal ini secara tidak langsung membawa pesan tersendiri bagi para pemilih.

Faktor keempat adalah konsultan politik Eep Saefulah Fatah dan istrinya Sandrina Malakiano. Seingat saya, Eep adalah pengamat politik yang kerap muncul di era reformasi tahun 1998. Nama-nama yang ‘sezaman tenar’ dengannya di antaranya Andy Malarangeng yang juga pengamat politik ketika itu, Amien Rais, Anas Urbaningrum yang saat itu menjabat ketua HMI, serta ketua KAMMI, yang kini anggota DPR-RI, Fahri Hamzah.

Sandrina Malakiano adalah seorang jurnalis, dosen, dan pembaca berita televisi. Karirnya dimulai di TVRI sebelum akhirnya pindah ke televisi swasta. Ia pernah beberapa kali mendapat penghargaan tingkat asia untuk bidang presenter berita.

Saya sempat berbincang-bincang dengan beliau secara langsung saat masih aktif di BEM kampus dan menjadi panitia acara pelatihan jurnalistik yang mengundang beliau serta beberapa senoir lainnya di tahun 2003. Dari perbincangan tersebut saya menyimpulkan bahwa ia adalah seorang yang cerdas, idealis dan sangat professional.

Kali ini duet pasangan Eep-Sandrina ada di belakang layar sebagai konsultan tim sukses pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar.

Faktor kelima adalah soliditas kader yang kuat.

Ini mungkin faktor yang tidak mudah ditiru oleh kader-kader calon pasangan lain. Partai utama pendukung Aher_Demiz, PKS dalam hal ini, punya basis massa yang kuat dan loyal sehingga tidak mudah ‘pindah ke lain hati’. Musibah yang menimpa partai ini beberapa waktu yang lalu justru semakin menguatkan soliditas kader, tidak hanya di Jawa Barat, bahkan di Indonesia dan luar negeri.

Jika sebelumnya mungkin ada anggapan bahwa kemenangan Jabar 1 akan diraih dengan mudah dengan bergabungnya Deddy Mizwar sebagai cawagub. Dengan ‘badai’ politik yang terjadi, seluruh kader kembali tersadarkan untuk siaga. Ini seperti mengubah kejumawaan Perang Uhud menjadi kemenangan Perang Badar.

Tidak hanya dalam realitas, kekompakan ini bahkan terlihat nyata di media sosial lewat ide-ide kreatif dan penuh humor. Misalnya saja, berbagai macam ‘plesetan’ Aher yang ‘maksa’ namun penuh humor, hingga iklan parodi Gangnam style yang populer.

Empat kali saya menjadi saksi di TPS, saya menyaksikan sendiri betapa soliditas struktural kader ini terlihat mulai dari hal yang remeh temeh. Sebut saja, sarapan dan konsumsi saksi yang terkoordinasi, pelatihan dan pendampingan, hingga membuat quick count sendiri. Suatu hal yang luar biasa sulit. Terlebih dalam pemilihan legislatif di mana para saksi harus stand by di TPS mulai pukul 6 pagi hingga pukul 2 dinihari, sebagian bahkan sampai subuh, mengawal surat suara hingga ke tingkat selanjutnya.

Bagi saya sendiri, masa-masa seperti itu seakan sebuah ‘reuni’ kecil masa-masa SMA dan kuliah. Terus terang saya merasa menjadi lebih muda. LOL.

Faktor selanjutnya adalah kultur masyarakat Jawa Barat.

Julukan kota santri untuk Tasik Malaya setidaknya menggambarkan sebagian realitas masyarakat Jawa Barat yang dikenal cukup relijius. Ucapan para ulama, pimpinan pesantren, ajengan ,sangat diikuti para masyarakat.Tak heran saat Aa gym menyatakan dukungannya di radio lewat kode obat mag-nya, masyarakat langsung paham siapa tokoh yang direkomendasikan. Sosok Ahmad Heryawan yang kerap menjadi imam salat di masjid-masjid bersama masyarakat, dan Deddy Mizwar yang karya-karyanya cenderung bernuansa islami menjadikannya lebih mudah diterima masyarakat Jabar pada umumnya.

Pelaksanaan Pilkada yang berlangsung aman, damai, dan tertib juga membuktikan bahwa masyarakat Jabar terbuka dengan segala perbedaan serta sudah cukup dewasa dalam berpolitik.

Faktor terakhir atau faktor ketujuh yaitu : ‘X- Factor’

Ini adalah faktor destiny atau takdir. Faktor utama ini disadari betul oleh pasangan Aher-Demiz untuk diupayakan secara maksimal. Pilihan acara kampanye tidak diadakan dalam bentuk jogged bersama atau semacamnya, tapi diarahkan ke hal-hal lain. Malam sebelum pemilihan, di banyak tempat, diadakan tahajud dan doa bersama untuk kemenangan pasangan ini.

Inilah faktor “X” yang luput dari mata para pengamat. Faktor yang diupayakan betul oleh pasangan Aher-Demiz untuk keluar dari lubang jarum.

Sebuah akhir juga adalah sebuah awal yang baru. Jawa Barat yang merupakan provinsi pertama yang terbentuk dengan jumlah penduduk terbanyak mencapai lebih dari 37 juta jiwa menuntut kerja yang luar biasa dari pemimpinnya, tentunya dengan dukungan dari berbagai pihak. Sebab tugas yang sedemikian berat, tidak mungkin bisa dipikul hanya dari satu golongan saja.

Kita juga perlu mengawal surat suara hingga KPU menetapkan hasilnya secara resmi. Yang menang hendaknya merangkul, yang kalah hendaknya legowo.

Mari bersama membangun Jawa Barat.

Kerja keras belumlah usai. Selamat datang pemimpin baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun