Mohon tunggu...
Bincang Bebas Id
Bincang Bebas Id Mohon Tunggu... Lainnya - Psikologi, Sejarah, Pembentukan Habbit

Masih blajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

30 Mei 2024   23:08 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:20 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

                Wilayah Laut China Selatan menjadi sangat sensitif dan kompleks seiring dengan terjadinya konflik antar negara yang disebabkan oleh klaim teritorial yang tumpang tindih. Sengketa klaim teritorial yang ada di wilayah Laut China Selatan ini merujuk pada kawasan laut dan daratan yang ada di Kepulauan Spratly, karena memiliki kekayaan mineral pertambangan yang melimpah. Konflik di Laut China Selatan ini bermula ketika adanya perbedaan pendapat mengenai batas wilayah dan juga hak-hak yang muncul setelah penyelenggaraan Zona Ekonomi Eklskusif. Konflik di Laut China Selatan semakin kompleks ketika Tiongkok mengklaim bahwa pulau-pulau dan perairan yang ada di wilayah Laut China Selatan termasuk dua kepulauan seperti spratly dan paracel telah dikuasai oleh bangsa China sejak tahun 2000 SM. Klaim yang dilakukan oleh China ini berdampak pada kerenggangan hubungan antara China dengan negara-negara seperti Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam. Negara-negara tersebut berpendapat bahwa wilayah yang diklaim oleh China di Laut China Selatan merupakan wilayah negara tersebut, merujuk pada Zona Ekonomi Eksklusif yang telah disepakati oleh UNCLOS pada tahun 1982.  

           Dalam perkembangannya konflik laut China Selatan juga menyeret  Indonsia  pada tahun 2010, pada saat Tiongkok mengklaim salah satu pulau di Provinsi  Riau yang merupakan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonsia, tepatnya dikawasan pulau Natuna. Sementara itu, klaim sepihak dari Tiongkok itu berdasar pada argumen traditional fishing zone. Klaim tersebut terus berlanjut hingga pada tahun 2016 mencapai puncaknya.  Pada saat itu kapal-kapal nelayan Tiongkok memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan melakukan sejumlah kegiatan ilegal. Tidak sampai disitu, pada tahun 2019 dan 2020 Tiongkok kembali melakukan pelanggaran serupa tapi kali ini tidak hanya para nelayannya saja tapi juga mengerahkan coast guard.

           Sebagai negara maritim yang memiliki 17.000 pulau yang strategis, indonesia memiliki klaim teritorial yang berbeda dengan klaim tiongkok terhadap wilayah kepulauan Natuna yang membuat kekhawatiran serius terhadap kedaulatan Indonsia. Klaim yang tidak berdasar hukum teritorial dan juga tindakan agresif seperti pembangunan pulau buatan, pengerahan kapal patroli dan juga penangkapan ikan secara ilegal. Klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok ini berdasar pada sejarah penguasaan pada zaman lampau yang kemudian pada tahun 1947 Tiongkok mengeluarkan peta baru yang mengklaim kedaulatan mereka pada wilayah Laut China Selatan dengan istilah garis sembilan putus-putus ( Nine-Dashed Line ).

           Indonesia yang awalnya menegaskan bahwa tidak memiliki klaim sengketa di wilayah Laut China Selatan. Akan tetapi klaim Tiongkok yang di dasarkan Nine-Dashed Line ini telah membuat Indonesia bergerak, karena  bersinggungan dengan kepentingan Nasional Indonesia di wilayah Natuna Utara. Kepentingan Nasional Indonesia yang berada di wilayah Natuna Utara antara lain adalah kepentingan pertahan yang terkait dengan kedaulatan wilayah, kemudian ada juga kepentingan ekonomi yang berkaitan dengan kewenangan khusus dalam pemanfaatan sumber daya alam yang berada di kawasan ZEE, yang terakhir adalah kepentingan tatanan dunia yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan di jalur perdagangan dan pelayaran Internasional.

          Pertama kepentingan pertahanan, dalam rangka mempertahankan kedaulatan wilayah Nasional, tentu ini menjadi ujian bagi Indonesia guna mempertahankan wilayah teritorialnya yang berada di laut Natuna Utara. Indonesia telah mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya yang merujuk pada United Nations Convention on the Law of  the Sea pada tahun1982. Dasar hukum tersebut telah memberikan hak kepada Indonesia untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut. Yang kedua tentang kepentingan ekonomi Indonesia yang menurut peraturan mentri Kelautan dan Perikanan RI No. 47 Tahun 2016 menyebutkan bahwa wilayah Natuna Utara merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari sumber daya laut seperti keberagaman biota laut dan  berbagai jenis ikan, selain itu wilayah Natuna Utara juga terdapat sumber daya alam yang melimpah seperti kandungan minyak dan gas alam. Berdasarkan potensi dan hak kedaulatan yang dimiliki Indonesia, maka sangat penting bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam serta menjaga keamanan di wilayah tersebut guna meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi Nasional.

           Selanjutnya mengenai tatanan keamanan dunia untuk menjaga stabilitas keamanan wilayah. Klaim tumpang tindih atas kepemilikan wilayah Laut China Selatan ini juga kerap menimbulkan instabilitas keamanan wilayah, ditandai dengan Amerika Serikat dan Tiongkok yang saling bersaing dalam menunjukkan kekuatan militernya dengan pengerahan kapal perang dan kapal induk kedua negara tersebut di kawasan Laut China Selatan. Tiongkok juga telah beberapa kali mengadakan latihan militer di kawasan Laut China Selatan sejak 2020 lalu. Melihat dinamika yang sedang terjadi di wilayah Laut China Selatan membuat Indonesia yang merupakan bagian dari negara ASEAN juga turut serta dalam menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Disisi lain, Indonesia juga akan terkena dampak dari konflik di wilayah Selatan, karena memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Merujuk pada fakta-fakta yang terjadi, maka menjaga keamanan dari persaingan kekuatan serta keamanan Internasional termasuk ke dalam dua kepentingan Indonesia yang berkaitan dengan tatanan dunia.

           Salah satu langkah yang bisa diambil dalam menyelesaikan masalah di kawasan Laut China Selatan adalah dengan menjalin komunikasi dengan negara-negara yang terlibat dalam konflik tersebut untuk mendorong dan mengimplementasikan keputusan yang telah dibuat dalam UNCLOS, sehingga timbul rasa hormat terhadap hak-hak kedaulatan terhadap negara psisir yang telah dirumuskan dalam konverensi tersebut. Indonesia yang merupakan anggota ASEAN dan telah menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga serta negara besar lainnya tentunya dapat memfasilitasi proses dialog dan juga diplomasi, baik itu melalui forum-forum regional seperti ASEAN ataupun melalui proses dialog dengan negara-negara yang sedang terlibat konflik. Indonesia juga bisa menjadi advokasi dalam pembentukan forum negosiasi yang dikhususkan untuk mengatasi konflik Laut China Selatan dengan menggunakan mekanisme mediasi dengan melibatkan negara-negara yang bersangkutan. Atau bisa juga dengan mengadakan konverensi Multilateral Tingkat Tinggi yang melibatkan negara-negara yang bersangkutan guna membahas isu-isu yang dapat memicu konflik Luat China Selatan. Dengan melalui konverensi tersebut, maka akan sangat memungkinkan terjalin komunikasi yang efektif dan tentunya dapat membangun kepercayaan diantara negara-negara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun