Ners adalah salah satu sebutan untuk profesi perawat yang sudah mengikuti pendidikan profesi ners. Pendidikan profesi ners dilakukan setelah menyelesaikan pendidikan akademik sarjana keperawatan (SKep).
Selain tentang Undang-undang keperawatan masalah atau isu yang sudah lama dipertanyakan juga oleh perawat yaitu “lulusan ners hanya dihargai golongan III/a” terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 tentang Pengadaan CPNS. Sementara profesi dokter dan apoteker lulusannya diangkat dengan golongannya III/b. Kebijakan ini juga didukung dengan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 34 tahun 2012 tentang Pemberian izin belajar dan kenaikan pangkat penyesuaian ijazah PNS pasal 11 yang menyatakan “Dokter, Apoteker, Magister (S2), Spesialis Iatau yang sederajat dapat dinaikan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I (III/b).
Keperawatan diakui sebagai profesi pada tahun 1992 dengan disahkan UU Nomor tentang 23 tentang kesehatan. Sedangkan pendidikan keperawatan di perguruan tinggi sudah lebih awal dikembangkan dengan dibukanya pendidikan tinggi di PSIK UI pada tahun 1985. Saat itu pendidikan masih terintegrasi antara akademik dan profesi dengan gelar sarjana keperawatan disingkat SKp.
Sistem pendidikan nasional berkembang dengan lahirnya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang menjelaskan bahwa pendidikan profesi diberikan setelah pendidikan sarjana. Sementara itu kurikulum pendidikan keperawatan sudah mulai diterapkan sejak tahun 1999 yang terdiri dari 2 tahap yaitu akademik dan profesi dengan gelar Sarjana keperawatan dan Ners (Skep & Ns). Lamanya pendidikan ners adalah 2 – 3 semester setelah akademik (sarjana) dengan jumlah beban studi 36 sks. Jika dilihat kurikulum ners tersebut sudah sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Perguruan Tinggi yang menyebutkan bahwa Program Magister (S2) harus mempunyai beban studi minimal 36 sks.
Kenyataannya banyak rumah sakit atau badan kepegawaian ternyata yang mempekerjakan perawat dengan gelar Skep saja karena belum memahami proses pendidikan keperawatan. Padahal lulusan sarjana keperawatan belum siap untuk bekerja karena mereka belum mendapatkan pendidikan praktek di lapangan. Kondisi ini ditambah dengan banyak berdiri institusi pendidikan keperawatan yang tidak diimbangi dengan jumlah SDM pendidiknya yang kompeten.
Kebijakan pemerintah tentanpengangkatan CPNS ners hanya golongan III/a menjadi masalah bagi lulusan ners karena merasa tidak dihargai dimana golongan dalam kepegawaian sama dengan yang hanya lulusan akademik tanpa pendidikan ners. Padahal pendidikan ners lebih berat bebannya jika dibandingkan dengan pendidikan akademik. Akibatnya banyak perawat yang mengikuti pendidikan hanya sampai akademik tidak melanjutkan pendidikan profesi ners.
Kebijakan di atas juga mengakibatkan lulusan perawat kurang kompeten karena banyak perawat yang hanya mengikuti pendidikan akademik saja sehingga kualitas pelayanan keperawatan menjadi rendah. Akibatnya timbul pernyataan bahwa pendidikan D3 keperawatan lebih terampil atau kompeten dibanding lulusan sarjana. Karena lulusan D3 keperawatan dibandingkan dengan yang hanya sarjana keperawatan (Skep) bukan dengan ners.
Prediksi jumlah kebutuhan perawat akan meningkat seiring dengan perkembangan penduduk serta IPTEK. Jika kondisi ini tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah yang sangat komplek karena pelayanan keperawatan sangat menentukan terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Masalah yang mungkin terjadi akan terjadi kekurangan perawat di Indonesia seperti di negara lain karena tidak ada yang mau jadi perawat lagi atau kualitas pelayanan kesehatan yang buruk.
Untuk menjawab pertanyaan di atas “kenapa lulusan ners hanya dihargai golongan III/a?” terkait Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 perlu ada penjelasan bila di perhatikan pada poin B tentang Golongan dan Ruangan yang menyatakan bahwa “golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan ijazah dokter, ijazah apoteker dan magister (S2) atau ijazah lain yang setara”. Pada kalimat terakhir bisa artinya ijazah profesi ners.
Selain itu ketika Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 dikeluarkan, program pendidikan profesi ners sudah diterapkan sejak tahun 1999. Sampai saat ini sudah 10 tahun peraturan ini diterapkan termasuk penghargaan pada profesi ners yang belum sesuai dengan harapan. Pada saat awal peraturan ini keluar masih ada perbedaan pemahaman di beberapa tempat ada yang di angkat pertama kali ners dengan golongan III/b. Tetapi ternyata di kemudian hari menjadi bermasalah yang akhirnya menjadi ners hanya dihargai golongan III/a. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan tersebut menimbulkan pengertian ganda karena pernyataan pada kalimat terakhir tadi.
Untuk organisasi profesi keperawatan dalam hal ini PPNI perlu mengusulkan adanya regulasi yang jelas mengenai pendidikan keperawatan terutama pendidkkan ners. Karena banyak pendidikan keperawatan yang hanya menyelenggarakan pendidikan akademik saja dan beban perkuliahannya yang masih berbeda-beda. Bila ada institusi pendidikan yang seperti itu maka harus ditindak tegas. Karena sesuai dengan Permendiknas bahwa lulusan yang di akui dari institusi yang terakreditasi.
Sesuai dengan Permendiknas nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Perguruan Tinggi pasal 13 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan perguruan tinggi tinggi terdiri atas Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen lain. Menurut PPNI seharusnya pendidikan keperawatan minimal dikelola oleh lima kementrian yaitu Kementrian Kesehatan, Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Agama, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pertahanan.
Selain itu sebutan ners ini mungkin masih asing di dengar di antara profesi apalagi di masyarakat, tidak seperti halnya sebutan gelar Dokter (dr), dokter gigi (drg) atau apoteker (Apt) yang sudah tidak asing di dengar. Hal ini pula yang masih menjadi masalah dan nomenklatur “ners” juga belum ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Walaupun Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 secara substansi bukan merupakan kebijakan kesehatan tetapi hal ini bisa mempengaruhi terhadap bidang kesehatan karena kebijakan ini mempengaruhi tenaga kesehatan profesi ners sehingga perlu peninjauan kembali untuk dilakukan perubahan atau penjelasan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI