Dalam Pilgub DKI Jakarta 2024, pasangan Ridwan Kamil (RK) dan Suswono menawarkan program ambisius berupa alokasi dana Rp100 juta hingga Rp200 juta per tahun untuk setiap Rukun Warga (RW) di Jakarta. Program ini dimaksudkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun wilayah mereka sendiri. Dengan menggelontorkan anggaran sebesar itu, setiap RW diharapkan dapat merancang dan mengelola program pembangunan sesuai kebutuhan lokal. Namun, banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas dan relevansi program ini di tengah berbagai permasalahan mendesak yang dihadapi Jakarta.
Program ini mengundang perhatian berbagai kalangan, terutama karena potensi dampak positif yang dapat dihasilkan. Namun, ada pula skeptisisme mengenai pengelolaan dana dan prioritas pembangunan di Jakarta. Berikut pembahasan program Rp200 juta per RW dari berbagai sudut pandang, mulai dari tujuan, potensi manfaat, tantangan implementasi, hingga kebutuhan akan pengawasan yang ketat.
Tujuan Program: Memberdayakan Masyarakat dan Mempercepat Pembangunan Lokal
Ridwan Kamil, yang akrab disapa Kang Emil, memaparkan bahwa alokasi dana ke RW bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dengan memberikan otonomi kepada RW untuk mengelola dana tersebut, diharapkan warga dapat menentukan prioritas pembangunan di lingkungan mereka, apakah itu perbaikan infrastruktur, program pemberdayaan ekonomi, atau kegiatan sosial.
Pengalaman Ridwan Kamil saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat menunjukkan bahwa model seperti ini dapat berjalan efektif jika dilakukan dengan benar. Ia mengklaim bahwa program serupa di Jawa Barat berhasil meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam memikirkan dan mengelola pembangunan di tingkat lokal. Dalam konteks DKI Jakarta, dana tersebut diharapkan dapat memacu warga untuk berpikir secara kreatif dan aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di wilayah mereka.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah Jakarta, dengan segala kompleksitas dan tantangan sosial-ekonominya, membutuhkan program seperti ini saat ini? Mengingat masalah-masalah besar seperti kemacetan, banjir, dan ketimpangan sosial, apakah alokasi dana Rp200 juta per RW akan berdampak signifikan bagi kesejahteraan warga secara keseluruhan?
Potensi Manfaat: Mendorong Inovasi dan Partisipasi Warga
Program Rp200 juta per RW memiliki potensi untuk memberdayakan masyarakat secara langsung. Setiap RW dapat merancang program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal mereka. Misalnya, di wilayah dengan infrastruktur yang kurang memadai, dana tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki jalan lingkungan, saluran air, atau fasilitas umum lainnya. Di sisi lain, di wilayah dengan masalah sosial-ekonomi, dana ini bisa diarahkan untuk program pemberdayaan ekonomi atau pendidikan.
Menurut Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), program ini serupa dengan bantuan dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat. Meski cakupannya lebih kecil, program ini dapat mendorong pengembangan potensi lokal dan meningkatkan kualitas hidup warga. Ia juga menekankan bahwa jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi katalis bagi pengembangan ekonomi lokal dan sosial di tingkat RW.
Namun, Faisal juga mengingatkan bahwa program seperti ini membutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan. Banyak program bantuan di tingkat lokal yang gagal mencapai tujuannya karena lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan sesuai kebutuhan masyarakat dan tidak menjadi alat untuk mengambil keuntungan pribadi oleh elit lokal.
Tantangan dalam Implementasi: Pengawasan dan Kapasitas SDM
Salah satu tantangan terbesar dalam program Rp200 juta per RW adalah pengawasan. Dalam skema ini, RW diberikan otonomi untuk mengelola dana sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun, tanpa sistem pengawasan yang kuat, ada risiko bahwa dana tersebut akan disalahgunakan oleh oknum atau elit lokal yang hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Faisal menekankan bahwa perlu ada monitoring dan evaluasi yang melibatkan masyarakat sipil, tokoh lokal, serta organisasi-organisasi di tingkat RW seperti PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) atau pengajian. Melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam pengawasan dapat membantu memastikan bahwa dana digunakan secara transparan dan akuntabel. Selain itu, pendampingan oleh pemerintah daerah juga diperlukan untuk membantu RW dalam merancang dan mengelola program pembangunan.