Namaku Deasy. Kata bapak, Deasy itu dari nama bunga, Daisy. Daisy dikenal sebagai keluarga bunga matahari. Spesiesnya sangat banyak. Di latin dinamai aster yang artinya bintang. Daisy di inggris dari kata days eye karena kelopaknya terbuka saat siang saja. Aku tahu belakangan ini, nama Daisy adalah nama ke 167 terpopuler di amerika di tahun 2007. Terpopuler nomor 24 di inggris dan wales. Daisy kata bapak selalu membuat ceria, namun saat aku kecil, sering membuat orang tuaku sedih, aku sakit-sakitan. Tapi syukurlah menginjak TK aku tak lagi sakit-sakitan. Mungkin gara-gara itu aku ingin selalu membuat orang ceria. Mungkin gara-gara cerita bapak juga aku tidak suka malam hari. Aku lebih suka pagi sampai sore.
Sampai pada suatu hari aku bertemu dengan cowok ini. Uffttt … nyebelin. Dia tidak suka siang dan malam. Dia suka diantaranya, senja dan fajar. Dia sering mengajakku berada dalam sunrise atau sunset. Hobinya memang fotografi tapi ada hal yang tak kumengerti, dia mengajakku tapi sibuk dengan dirinya. Aku dicuekin. Dan setelah tahu dia seperti itu, aku sering membiarkan diri dalam kantuk saat sunrise dan membiarkannya sibuk dengan dirinya. Atau hanya melihatnya dalam diam saat sunset.
“Ayolah, sebentar lagi matahari terbit. Aku dengar ada spot yang bagus banget untuk sunrise. Ayolah des”
“hoaaaeemm .. aku gak ikut aja yaah”
“Des, aku perlu kamu. serius. pleaseee”
“ya ya ya …”
“Aku tunggu di bawah ya”
Begitulah telponnya di sebuah pagi. Dan seringkali aku tak bisa menolaknya. Aku sebal. Dia tak pernah bicara. Tak pernah ada penjelasan apa yang sedang dilakukannya. Kata teman-teman dia sedang pendekatan. Aku pun juga tak menolak untuk didekati. Dia tampan. Aku juga suka namanya, Surya. Nama yang punya hubungan dengan namaku. Tapi sampai setahun ini tidak ada tanda sedikit pun yang mengarah bahwa Surya mempunyai rasa padaku. Aku pernah berada pada suasana jatuh cinta padanya hingga akhirnya tinggal tersisa sebal. Tapi aku tak bisa jauh darinya.
“Yaaa, pulang yuk?”
Surya tidak menjawab. Dia masih sibuk dengan kameranya. Aku semakin sebal. Tapi aku selalu membiarkannya. Dan begitulah selalu. Jika sudah seperti ini pagi semakin menyebalkan.
“Dah. Yuk pulang”
Kali ini ada yang berbeda. Dia mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Dengan ragu aku menyambutnya. Tidak pernah dia seperti ini. Kala aku berdiri, dia memandangku dengan tersenyum.
“Aku mencintaimu des .. “
Gak ada deg! Gak ada kaget. Yang ada sebel. Kenapa caranya gini? Nggak romantis! Aku segera memasang muka sebal dan berbalik dengan kemarahan. Sebal. Dan aku semakin sebal ketika di atas motor ini Surya seperti tak ambil pusing. Rasa kesebalan yang bertahan sampai tahunan sampai kemudian bapak menyuruhku pulang pada suatu hari. Hampir 8 bulan aku tidak pulang. Tesis memang menyiksaku.
“Nduk, kenalkan ini Surya. Anaknya Pak Dewo. Yaaa barangkali cocok, bapak dan pak dewo ingin besanan”