Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Daya-daya (10 dari 13)

3 Desember 2011   21:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:52 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Johan, Rak buku baru kita akan datang besok. Tolong pilah dan pilih buku-buku yang ada di ruang belakang. Hari ini usahakan kelar ya. Trims. Sri”

Aku memandangi kertas kuning bujur sangkar kecil yang berisi pesan dari atasanku di atas meja kerjaku. Hari ini aku tidak melakukan apa-apa selain duduk di pojok ruangan penuh buku itu sambil membaca diary. Sebuah diary yang mungkin lebih tepatnya sebuah agenda dengan cover kulit warna coklat sudah aku letakkan lima menit lalu.

Tulisan-tulisan yang rapi tanpa coretan menandakan pemiliknya adalah seorang yang sangat tenang dan sabar dalam mengolah pemikirannya. Memang tak sepenuhnya rapi, Ada beberapa kesalahan kecil seperti huruf k yang direvisi jadi h tapi itu sama sekali tidak mengganggu. Catatan harian yang menarik.

RB, Mendung, 08:32, Senin, 14 Maret 2011

Sepi pengunjung. Namun tak menyurutkan idealisme bergulir untuk memakan kebosanan.

Bakso penuh vetcin masih terus mengantar pesanan untuk kantor depan. Terhitung tepat sebelum kalimat ini tertulis sudah 15 mangkok terkirim.

PW

Sebuah catatan yang menurutku sangat detil. Sepi pengunjung membuatnya bisa menghitung berapa mangkok yang sudah dikirim oleh tukang bakso. RB adalah rumah baca, tempatku bekerja saat ini dan PW siapa lagi kalau bukan Pramodya Wardhani. Diary ini hanya memuat catatan 3 bulan, dari januari hingga maret dan bulan april adalah bulan dimana aku mulai bekerja sebagai pengganti Pramodya Wardhani. Aku tak sempat mengenalnya, baik wajah atau suaranya. Namun membaca diary ini aku seperti mengenalnya.

“Hayo bengong!”
Bu Sri Rejeki datang mengagetkanku. Bu Sri Rejeki walau sudah tua tampak masih cantik dan aku betah disini walau sering sendirian. Ya, kami hanya berdua saja mengelola Rumah Baca. Sebuah perpustakaan pribadi yang disulap menjadi perpustakaan umum. Kami hanya bergantung dari iuran anggota tiap bulan. Dengan menjadi anggota, masyarakat bisa meminjam buku kami untuk di bawa pulang, bagi yang tak menjadi anggota mereka hanya bisa membacanya di tempat.

“Diary-nya Nonik?”

Aku kaget. Bu Sri tahu tentang Diary ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun