”Untuk apa theos kali ini?”
Dia bertanya, seperti sedang ingin melakukan pengalihan. Aku hanya diam memandangnya. Aku menyengajakan untuk menatapnya lekat-lekat agar tak teralihkan semua pertanyaan dalam pikiranku.
“Benarkah?”
Dia mengernyitkan dahinya ketika pertanyaannya aku jawab dengan pertanyaan lagi. Kali ini dia diam. Diamnya seperti konfirmasi terhadap pertanyaanku.
“Kamu hanya berakting untuk perdebatan?”
Dia diam tak menjawab.
“Mengapa kita tak bicara dengan bahasa yang sama? Dengan cara berpikir yang sama, pola tafsir yang sama?”
Dia masih diam. Ada daya yang kuat dalam diriku untuk berdiri dan meninggalkannya. Untuk kecewa.
“Non, aku tidak sedang berakting. Aku hanya sedang tidak tahu duniaku, cara berfikirku bahkan pola tafsirku. Aku sudah bilang, aku sama denganmu, manusia kutipan. Identitasku adalah pengutip.”
Dia segera menjawab seperti menahanku untuk pergi. Aku sudah terlanjur kecewa. Dan tiba-tiba seperti ada daya yang membuatku untuk berdiri dan meninggalkannya begitu saja. Aku masih bisa menjelaskan mengapa aku berdiri dan meninggalkannya. Aku kecewa.
“Nonik!”