Dulu saat kecil aku membayangkan ada sebuah malam dengan terang seribu bulan
ah alangkah terangnya malam sambil senyam senyum menatap bulan
pak kyai hanya tersenyum hangat saat diriku kecil 'nginthil' ikut i'tikaf
berharap malam benar-benar akan ada seribu bulan
saat remaja, setelah tahu seribu bulan adalah lamanya waktu
setelah tarawih aku memilih bersenda gurau
pak kyai geleng-geleng melihatku bersuit-suit pada barisan gadis berkerudung yang malu-malu
tidak ada harap tentang malam yang berhadiah waktu
saat sedikit dewasa, seribu bulan adalah misteri
ada berapa tahun seribu bulan itu dan sudah mulai berhitung sana sini
kali ini tak ada pak kyai, hanya obrolan sana sini dan mengganti tarawih dengan kopi
ada harapan namun hanya setitik bersit di hati
saat setengah dewasa seperti sekarang, aku memilih kembali pada imajinasi seribu bulan
untuk menerangi hati yang sudah sangat sibuk mengurus dagangan
aku kembali rindu senyum pak kyai yang terpercik cahaya bulan
Ya Gusti, cahayaMu bukan harapan, ini hanya hal yang selalu aku acuhkan
*langit terang benderang bersama rasi kala jengking, mari ngopi ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H