Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia telah disuguhi berbagai berita pendidikan terkini yang mengemuka di media massa. Media massa memiliki peran signifikan dalam menyebarluaskan informasi, membentuk opini, dan memengaruhi persepsi publik. Meskipun banyak manfaat yang didapatkan dari berita yang disampaikan pada media massa, terdapat pemberitaan yang kurang akurat atau sensasional dapat menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan di kalangan orang tua, pendidik, dan mahasiswa. Misalnya, fokus pada berita-berita kontroversial tanpa memberikan informasi yang memadai bisa menyebabkan miskomunikasi dan kesalahpahaman. Selain itu, berita-berita yang menyoroti kegagalan atau kekurangan dalam sistem pendidikan tanpa menawarkan solusi konstruktif juga bisa melemahkan semangat dan motivasi para pendidik dan siswa.
Pada era digital teknologi modern ini, cara orang mengakses berita telah mengalami perubahan signifikan. Tidak hanya melalui media konvensional seperti koran, televisi, dan radio, tetapi juga melalui berbagai platform digital. Internet menjadi sumber utama informasi dengan situs berita online. Media sosial seperti Twitter atau X, Facebook, dan Instagram, serta aplikasi berita menjadi pilihan populer. Mayoritas pengguna media digital untuk mengakses berita adalah generasi Z atau Gen Z, yang dikenal dengan keakrabannya dengan teknologi dan internet. Mereka lebih memilih mendapatkan informasi secara cepat dan interaktif, sering kali melalui perangkat mobile. Generasi ini cenderung memanfaatkan berbagai aplikasi dan platform digital yang menawarkan kemudahan akses dan real-time updates, memungkinkan mereka untuk selalu terhubung dengan perkembangan terbaru di berbagai belahan dunia.
Salah satu topik yang banyak diminati oleh Gen Z adalah berita tentang pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan isu yang sangat relevan bagi Gen Z karena mereka adalah generasi yang saat ini sedang menjalani proses pendidikan. Sejak dahulu, pendidikan telah menjadi isu yang terus diperbincangkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan fondasi utama untuk menciptakan negara yang maju dan sejahtera. Namun sayangnya, dalam beberapa waktu terakhir, sektor pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah yang menghambat perkembangan dan kualitasnya.
Pada awal tahun 2024 ini, publik dikejutkan dengan berita mengenai sejumlah perguruan tinggi negeri ternama yang bekerja sama dengan lembaga keuangan penyedia pinjaman online (pinjol) terkait peminjaman mahasiswa untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kondisi ini diperburuk oleh berita lain terkait kenaikan UKT yang diberlakukan oleh beberapa universitas. Banyak mahasiswa maupun orang tua mengeluhkan bahwa kenaikan UKT tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas fasilitas dan layanan pendidikan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan tekanan ekonomi yang lebih besar.
Ketika mahasiswa terus-menerus terpapar dengan informasi yang memperlihatkan ketidakpastian, konflik, atau keadaan yang sulit, hal ini dapat memperburuk kecemasan dan depresi yang mungkin sudah mereka alami. Mereka cenderung akan mencari pemahaman yang lebih dalam mengenai berita negatif atau informasi mengkhawatirkan yang mereka dapat. Hal ini dapat menjerumuskan mereka kepada pola perilaku yang disebut doomscrolling. Doomscrolling mengacu pada penggunaan media sosial individu yang terus-menerus mencari dan menelusuri berita pada media sosial mereka tentang krisis, bencana, dan tragedi yang mungkin membuat individu merasa sedih, tertekan, atau takut. (Sharma et al., 2022). Terjadinya fenomena doomscrolling pada mahasiswa dikarenakan mereka mencoba untuk memahami situasi atau masalah yang sedang tidak terkendali, dengan harapan bahwa mereka akan memahami permasalahan pendidikan yang terjadi pada mereka.
Menurut para ahli psikologi, berita atau informasi negatif yang terus-menerus kita terima dapat meningkatkan kadar stres dan kecemasan. Tubuh akan merespons dengan peningkatan produksi hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin. Susanne Babbel, seorang psikoterapis spesialis dalam pemulihan trauma, mengatakan bahwa otak ternyata dirancang untuk memproses stres yang berkaitan dengan trauma dengan memasuki apa yang dikenal sebagai mode fight-or-flight sebelum kembali ke keadaan tenang (Prasetyo, 2018). Akan tetapi, paparan trauma yang terus-menerus dapat menggagalkan kemampuan kita untuk mengatasi secara sehat dan menghalangi kemampuan kita untuk kembali ke keadaan rileks. Biasanya setelah ancaman akibat informasi buruk yang dirasakan sudah teratasi, keadaan istirahat tubuh harus diperoleh kembali. Namun, paparan berulang terhadap peristiwa traumatis membuat tubuh mengalami proses ini jauh lebih sering dari sebelumnya. Hal ini dapat mengganggu pemulihan yang seharusnya tenang.
Berbagai masalah pendidikan yang mencakup berbagai aspek mulai dari kualitas pengajaran, akses terhadap fasilitas pendidikan, sampai kebijakan-kebijakan yang sering kali tidak berpihak kepada kepentingan mahasiswa, turut memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan mahasiswa. Masalah-masalah ini secara keseluruhan menciptakan tekanan yang signifikan bagi mahasiswa, baik secara mental, emosional, maupun finansial.
Berdasarkan studi yang telah disebutkan sebelumnya mengenai pengaruh berita atau informasi negatif bagi kondisi psikologis, permasalahan ini dapat mengarah pada adanya hambatan dalam proses belajar dan pengembangan diri mahasiswa. Ketika pikiran mereka terfokus pada masalah-masalah yang ada di luar kendali mereka, kemampuan untuk berkonsentrasi pada pembelajaran dan pengembangan diri dapat terganggu. Akibatnya, kinerja akademik pun mungkin terpengaruh. Berita-berita negatif juga akan menimbulkan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti dan memunculkan keraguan terhadap kualitas dan integritas pendidikan di Indonesia.
Mengatasi dampak dari paparan berita negatif terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa memerlukan perhatian serius dari pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak menetapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan, baik bagi mahasiswa maupun masyarakat. Pemerintah juga perlu mengambil langkah tegas untuk mengatur konten media agar tidak menyebarkan berita yang tidak seimbang dan meresahkan. Institusi pendidikan harus aktif menyediakan dukungan mental melalui layanan konseling dan program kesehatan mental yang memadai.
Mahasiswa dan masyarakat perlu diberdayakan dengan keterampilan literasi media dan manajemen stres untuk menghindari efek merusak dari doomscrolling dan berita negatif. Jika tidak ditangani, dampak negatif ini dapat mengganggu proses belajar, meningkatkan ketakutan akan masa depan, dan mengikis kepercayaan terhadap sistem pendidikan. Oleh karena itu, langkah-langkah proaktif dan kolaboratif sangat penting untuk menjaga kesehatan mental mahasiswa dan memastikan mereka tetap fokus dan optimis dalam mencapai tujuan akademis dan menghadapi segala tantangan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H