Malu: malu hati, kesal.
Semua yang dilakukan oleh anggota tubuh manusia merupakan perintah atau berasal dari dalam otak yang kita miliki, otang memberikan perintah tentunya sesuai dengan rang sangan yang diterima oleh indra manusi dan diteruskan ke otak untuk diolah dan selanjutnya diteruskan ke anggota tubuh lainnya sebagai respon berupa perintah. Hal inipun berlaku pada emosi, seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa emosi timbul karena adanya stimulus dari eksternal maupun internal. Seorang ahli saraf dari New York University mengemukakan melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan peran penting amigdala. Amigdala merupakan tempat ingatan emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Munculnya rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan emosi lainnya pada manusia berkaitan dengan fungsi amigdala dalam otak. Selanjutnya ia menjelaskan bagaiman amigdala mampu mengambil alih kendali apa yang dikerjakan oleh manusia, bahkan sewaktu neokorteks, sebagai bagian otak yang berfungsi untuk mengolah informasi yang diterima, masih menyusun keputusan untuk menentukan respons yang akan diberikan (Aulia, 2008: 11). Secara urutan dapat dijelaskan seperti ini sinyal-sinyal yang ditangkap dari indera dari mata, telinga, atau indera lainnya, terlebih dahulu dikirimkan menuju talamus yangbertujuan untuk mentransmisikan sinyal dari indra ke dalam otak. Selanjutnya pesan itu dikirim ke neokorteks yang akan menganalisis dan menentukan makna dan respon apa yang cocok. Jika respon bersifat emosional maka sinyal yang akan diteruskan ke amigdala untuk mengaktifkan pusat emosi. Tetapi sebagian kecil sinyal langsung menuju amigdala dari talamus dengan transmisi yang lebih cepat tanpa adanya proses lebih lanjut, sehingga memungkinkan adanya respon yang lebih cepat meskipun kurang akurat (Goleman, 2009: 25).
Setelah memahami apa itu sebenarnya emosi maka mari kita bahas tentang pengguna emosi yang disini subjek yang dipilihnya adalah remaja, mengapa remaja yang dipilih karena remaja merupakan masa dimana seorang anak manusia sedang mencari jati dirinya sehingga sangat rentan bersinggungan dengan pengolahan emosi. Remaja yang sedang labil dalam peroses mencapai pendewasaanya pasti dihadapkan dengan hal-hal yang akan menuntut mereka untuk dapat mengelola emosi.
Remaja merupakan masa transisi yang dialami seorang dari masa anak-anak menuju dewasa, untuk usia dewasa jika dilihat dari hukum indonesia yaitu undang-undang maka kita bisa Merujuk pada persyaratan dalam menentukan usia pemilih tetap dalam pemilu yaitu 17 tahun sedangkan menurut pandangan islam usia dewasa merupakan kondisi dimana seseorang dikatakan sudah akhil baligh yang ditandai oleh beberapa hal seperti tumbuhnya bulu-bulu dibagian tertentu pada tubuh, keluarnya air mani yang baik disebabkan oleh mimpi atau hal yang lainnya. Di Indonesia, batasan usia remaja yang dipergunakan dalam sensus penduduk tahun 1980 yang mendekati batasan WHO adalah rentang usia 14-24 tahun (Sarwono, 2006: 8).
Remaja berasal dari bahasa Latin adolescence yang artinya "tumbuh" atau "tumbuh untuk mencapai dewasa", kata adolescence disini bearti memiliki kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992), secara psikologis menurut piaget remaja merupakan usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, kondisi ini dimana anak merasa bahwa dirinya tidak berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama. Perubahan berfikir secara intelektual dalam kehidupan sosial membuat cara berfikir remaja mampu terintegritas dalam hubungan sosial diaman orang dewasa yang menjadi lawan interaksinya. Lebih lanjut lagi pendapat yang dikemukakan oleh Feldman, Olds, dan Papalia (2004: 534) mendefinisikan masa remaja sebagai tahap perkembangan yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan baik secara biologis, kognitif dan psikososial. Perubahan ini pada awalnya diawali dengan terjadinya fase pubertas, fase pubertas adalah proses dimana terjadinya perkembangan terhadap organ reproduksi yang dapat ditandai dengan adanya perubahan terhadap bentuk tubuh atau ukuran tubuh serta dilihat dari kematangan organ reproduksi. Selain itu juga terjadi perkembangan otak yang ditandai oleh perubahan pola fikir, serta perubahan hormon pada tubuh yang sedikit juka berpengaruh pada prilaku yang tampak pada kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan beberapa perubahan yang tampak secara langsung maupun tidak langsung, diantara yang lain telah terjadi perubahan fisik dari segi bentuk serta ukuran serta perubahan hormon sebagai tanda-tanda perubahan secara biologis, selain itu juga terjadinya perubahan pada pola fikir yang dipengaruhi oleh berkembangnya otak pada manusia yang berdampak pada kognitif serta psikososialnya. Ketika seseorang sudah dinyatakan remaja maka secara tidak langsung kemampuannya untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang lebih luas, lebih banyak serta beragamnya orang-orang mampu dilalui dengan baik.
Perkembangan emosi yang dicapai dengan baik akan membuat remaja menjadi lebih matang dalam menjalani hidup dalam proses transisi menuju dewasa yang baik, hal ini perlu ditunjang dengan memiliki penguasaan emosi yang baik pula atau kecerdasan emosi yang baik. Menurut Hurlock (1999:209) ada tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja, yaitu:
A. Kondisi fisik.
Apabila remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya, seperti yang telah dipaparkan dalam perkembangan remaja, maka remaja akan mengalami tingkat emosi yang meninggi. Ali dan Asrori juga mengemukakan bahwa sejumlah hormon tertentu dalam diri remaja mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan organ seksual sehingga dapat menyebabkan rangsangan dalam tubuh remaja dan sering kali menimbulkan masalah emosi dalam perkembangan emosinya.
B. Kondisi psikologis.
Pengaruh psikologis yang penting dalam hal ini, menurut Hurlock (1999: 212) adalah tingkat intelegensi, aspirasi atau keinginan dan kecemasan. Pada remaja dengan tingkat intelegensi rendah, rata-rata memiliki pengendalian emosi yang kurang dibandingkan dengan remaja yang tingkat intelegensinya lebih tinggi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abe dan Izard (1999:45) yang mengatakan bahwa perubahan emosi terjadi sebagai dampak dari perkembangan kognitif pada remaja. Kegagalan dalam mencapai aspirasi atau keinginan juga dapat menimbulkan keadaan cemas atau perasaan tidak berdaya sehingga mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja.