Mohon tunggu...
Nura Sari
Nura Sari Mohon Tunggu... -

Pengagum novel Lampuki

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Arafat Nur Sediakan Ruang Luas Dalam Hatinya

7 Maret 2014   03:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA seorang mbak di Jakarta sebagai penggemar buku Arafat Nur. Setiap kali bukunya terbit, mbak itu selalu membeli lebih dari dua buah buku. Kemarin Arafat menawarkannya kiriman sebuah novelBurung Terbang di Kelam Malamsebagai hak atas dimuatnya komentar si mbak itu di dalam buku itu, tetapi mbak itu menolak. “Kalau sudah beredar, aku akan beli sendiri,” kata mbak itu yang beberapa hari kemudian membeli tiga buah novel Arafat Nur ini. Ketika dia tahu Arafat Nur akan ke Jakarta untuk mengisi beberapa sesi di acara ASEAN Literary Festival 2014, si mbak menawarkan diri untuk menjemputnya ke Bandara Soekarno Hatta. Arafat menjawab, kita lihat saja nanti. Mudah-mudahan kita bisa bertemu dan dapat bercakap-cakap dengan santai. "Di depan TIM ada restoran terkenal tempat wartawan sering mewawancarai mentri dan artis-artis. Aku mau ajak kamu dinner (makan malam) di situ," kata mbak itu melalui SMS. Arafat merasa terharu. Sejauh ini dia masih menganggap dirinya orang kampung biasa yang kerjanya tidak menentu, hanya sesekali saja menulis novel. Kadang kala dia meluangkan waktu memikirkan mengenai novel yang dapat memanjakan pembaca, yang lugas, yang ada unsur mendidik, dan mudah dicerna, dengan harapan akan banyak peminatnya. Namun, dia selalu dirundung keraguan, mengingat buku bukanlah barang yang paling diminati di Indonesia. Jadi, dia pun pasrah, dan berguman dalam hati, terserah orang-orang sajalah nanti bagaimana jadinya. Untuk tidak mengecewakan dirinya, Arafat pun menghibur hati, menganggap dirinya bukan seorang novelis—memang sebetulnya dia bukanlah novelis. Jadi dia tidak memikirkan ada penggemar, bahkan dia menganggap mereka tidak peduli terhadap dirinya. Pada kenyataannya, ada pembaca yang memang membencinya oleh gaya cerita dia yang satir dan nakal. Tentu mereka belum cukup paham dengan adanya gaya cerita macam ini di dunia sastra. Itulah sebabnya ketika mbak tadi menawarkan diri untuk menjemputnya ke bandara dan mengajaknya makan malam sambil ngobrol-ngobrol, tiba-tiba dia merasa tersanjung. Seseorang di pelosok Aceh, tiba-tiba menemukan kenyataan punya penggemar di Jakarta yang begitu berhasrat ingin bertemu dengannya. Dia benar-benar terharu sekali. Dan kepada beberapa orang lainnya, yang juga begitu meminati novel-novelnya, tak tahu bagaimana caranya dia harus berterima kasih. Orang-orang baik hati dan cerdas inilah yang membuat dia terkenal dan terus bersemangat untuk terus menuliskan novel. Tanpa mereka, dia ini adalah orang kampung biasa yang tinggal di pelosok Aceh, yang pikirannya selalu risau dan kacau, dengan cita-cita dan ambisi besar yang tak pernah kesampaian. Untuk itu dia menyediakan ruang yang amat luas di dalam hatinya untuk mereka yang membaca novel-novel dia. Dia berjanji akan berusaha sekuat tenaga memanjakan mereka dengan kisah-kisah yang mengejutkan dan cerdas. Dan dia akan memberikan sebagian besar dari dirinya untuk mereka, dengan cinta dan ketulusan. Cinta dan kasih-sayang mereka inilah yang telah membuatnya hidup dan terus bersemangat menjalani bagian wilayah yang paling sunyi di dunia ini.(nagita)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun