Pemerintah akhir-akhir ini menggaungkan istilah new normal, yang merujuk pada keadaan di mana kehidupan berubah semenjak adanya pandemi Covid-19. New normal ini bisa saja terjadi pada sektor pendidikan. Semenjak diberlakukannya PSBB, pembelajaran di semua tingkat pendidikan dilakukan secara daring. Pembelajaran daring ini berpotensi menjadi 'new normal' setelah pandemi Covid-19 berakhir. Artinya, bukan hal yang tabu lagi jika suatu sekolah formal menyelenggarakan sebagian pembelajaran secara daring.
Pandemi ini juga menjadi momentum untuk menilai seberapa jauh kesiapan sistem pendidikan di Indonesia dalam menyongsong 'new normal' tersebut. Kalau bukan karena terpaksa melaksanakan pembelajaran daring, tentu kita tidak bisa melihat seberapa jauh kesiapan itu. Bagi sebagian guru yang sudah terbiasa memanfaatkan TI dalam pembelajaran tentu tidak sulit untuk menyesuaikan diri. Selain itu, 'new normal' ini lebih mudah diterapkan pada masyarakat daerah perkotaan dengan fasilitas penunjang yang sudah memadai.
Lain halnya dengan guru yang tidak terbiasa dan merasa belum yakin dengan pemanfaatan TI dalam proses pembelajaran. Perspektif ini muncul karena kenyataan di daerah, masyarakat belum menerima fasilitas yang memadai. Sebut saja jaringan operator selular yang tidak merata dan tidak semua siswa memiliki perangkat gawai. Hal ini tentunya menambah yakin sebagian orang bahwa daerah masih belum siap untuk memulai 'new normal' pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H