Beberapa hari yang lalu ada beberapa kawan  yang penasaran dengan kos yang aku tempati, why?
Awal aku merantau ke Jogja, aku tinggal di kos kakak tingkat sewaktu SMA. Kakak tingkat ku inilah yang membantuku mencari kos. Waktu itu kami mencari kos di sekitaran kampus. Ada beberapa kos kosong yang aku temui waktu itu, tapi ada satu kos yang membuat ku tertarik.
Kos itu berada di belakang kampus ku. Bangunan berwarna putih yang terdiri dari dua lantai dan memanjang ke dalam. Terdapat 16 kamar yang saling berhadapan, 8 di lantai 1 dan 8 di lantai 2. Sebagian besar bangunan kos itu masih baru, hanya kamar bawah sebelah kiri (sebelah timur) yang bangunan lama
Ketika aku bertemu dengan pemilik kos, dari beliau aku mendapat keterangan bahwa ada 4 kamar yang masih kosong, 2 di bawah dan 2 di atas. Aku sempat melihat kamar-kamar yang kosong itu. Pilihan ku jatuh pada kamar di lantai 2. Bukan tanpa alasan, kamar atas menurutku lebih nyaman dan lebih mudah dapat sinyal. Apalagi di depan kamar bawah menjadi tempat parkir motor, pasti kotor pikirku saat itu. Akhirnya aku deal dengan pemilik kos walaupun harganya agak mahal, tapi setidaknya aku dapat keuntungan lain karena sinyal wifi kampus sampai ke kos ku. Lumayan...
Beberapa hari sebelum kuliah, sudah banyak penghuni kos yang datang. Aku berkenalan satu per satu dengan kawan-kawan kos ku. Ternyata kebanyakan dari mereka berasal dari luar Jawa. Ada yang dari Jambi, Sumbar, Sulawesi, Bangka, Lampung, dll. Ya, mereka adalah keluarga pertama ku di perantauan.
Kos ku adalah kos kosongan. Maksudnya kos kosongan adalah di kamar itu memang benar-benar kosong tanpa fasilitas tambahan seperti kasur, lemari, dll. Aku banyak membawa perabotan dari kampung, sedangkan kawan kos ku yang dari luar jawa banyak yang membeli perabotan. Ya iyalah, masa iya bawa dari kampung mereka haha
Suatu ketika ada kawan ku dari Jambi yang membeli lemari di salah satu toko. Karena sulit kalo membawa sendiri, akhirnya dia menggunakan jasa tukang becak tradisional (waktu itu belum ada bentor di Jogja). Ketika sampai kos, bapak tukang becak itu ikut membantu membawakan lemari ke kamar kawan ku di lantai atas. Sampai di lantai atas, tiba-tiba bapak itu mengatakan sesuatu yang membuat kami agak merinding.
"Mas, dulu sini namanya Wisma Hantu"
Mendengar perkataan bapak itu kami mengernyitkan dahi dan saling berpandangan. Kemudian aku beranikan diri untuk bertanya, "Kok bisa pak?".
Bapak itu menjawab, "Ya karena ada itunya".
Bersambung...