Malam ini serasa sepi. Seharusnya ini adalah hari yang membahagiakan bagiku karena hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku syukuri Tuhan telah memberikan umur dan sehat sampai hari ini. Waktu sore tadi, anaKku masih merayakan bersama acara ulang tahun sederhana, hanya antara aku, anakku dan suamiku. Dia masih bercanda dan menikmati kue tart yang sengaja aku beli untuk sekedar memeriahkan acara hari ini. Setelah sholat maghrib berlalu, saatnya sholat Isya kami lakukan. Anakku hari ini tidak sesemangat seperti hari biasanya. Kalau sudah saatnya Isya, maka dia mengajakku untuk sholat dulu. Akhirnya akupun sholat sendiri. Pada saat rekaat ketiga, tersentaklah diriku melihat putriku terkena serangan, langsung aku hentikan sholat, untuk membantu dia bernafas dan mencoba untukmemberikan ruang baginya agar cepat segera sadar.
12 tahun yang lalu, hal ini sudah aku alami. Setiap hari, setiap bulan, setiap tahun, telah aku tunggu keajaiban itu datang. Bukannya aku berhenti untuk mencari obat yang sesuai dengan putriku. Aku dan suamiku terus berusaha memberikan yang terbaik bagi putriku. Dari umur 4 bulan, putriku terkena epilepsy. Awalnya adalah kejang demam kompleks. Seiring dengan waktu, setelah umur 5 tahun, makan berubahlah menjadi epilepsy.
Sedih dan sedih, Hampir setiap bulan kami bertiga menginap di rumah sakit. Alih-alih untuk liburan, yang ada aku dan suamiku menunggu putri kami yang sering mengalami serangan karena suhu tinggi (37 derajat). Tetapi sedih pun tidak menghalangi kami untuk berhenti mencari obat dan selalu berdoakepada Tuhan bahwa suatu hari nanti putri kami akan sehat seperti anak-anak yang lain.
Berat rasanya menerima kenyataan bahwa anak kami ternyata epilepsy. Menolak dan menolak adalah pendapat kami. Tidak mungkin anak kami terkena epilepsy, baik dari keluarga kami berdua tidak ada yang mengalami epilepsy ini. Dicek berulangkali dengan EEG, MRI dan Scan menunjukkan bahwa otak anak kami pun normal. Apa yang salah dengan putri kami?
Menyalahkan diri, menyalahkan siapapun tidak menghentikan serangan pada anak kami. Akhirnya kamipun pasrah dan ikhlas dengan takdir ini. Takdir Tuhan tidak dapat ditolak. Dengan keyakinan kami membulatkan diri bahwa kami ikhlas dengan keputusan-Nya. Kami mencoba untuk bersabar dan bersabar menghadapi cobaan ini.
Pada saat ikhlas ini datang, datang pulalah undangan dari YEI (Yayasan Epilepsi Indonesia). Dari pertemuan pertama sampai sekarang, sekitar 3 tahun, terbentuklah rasa bahwakami ingin membangun komunitas bersama bagi penyandang ODE, keluarga, dan masyarakat yang peduli dengan ODE. Kami memiliki cita-cita untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sesama penyandang ODE, kami ingin membangun komunitas dimana para penyandang ODE pun bisa hidup secara normal, dan kami memiliki cita-cita bahwa suatu saat masyarakat dapat melihat para penyandang ODE sebagai manusia normal.
Perjalanan masih panjang, banyak yang harus dilakukan. Memang Tuhan telah mengirimkan kepadaku dan suamiku, putri cantik yang sekarang menderita ODE. Tapi kami memiliki keyakinan, bahwa Tuhan mengirim putri dengan tidak sia-sia. Pastilah ada maksud dan hikmah dibalik ini.
Para orang tua yang putra/putrinya menyandang ODE, saatnya kita ikhlas menerima keputusan dari Tuhan. Yakinlah bahwa suatu saat kebahagiaan itu akan datang.
Nur Arifah Drajati
drajati@yahoo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H