Suatu hari Budi berkunjung ke sawah yang digarap oleh bapaknya. Suasananya sejuk. Hamparan padi yang sudah tumbuh dan mulai mengeluarkan malai terlihat indah. Hijau semua, sangat indah. Bukit-bukit di sebelah utara membentang, masih rimbun dengan pohon. Bukit itu menjadi batas dengan kampung sebelah.
Rumah-rumah sederhana yang dibangun oleh para petani sebagai tempat istirahat, masih berdiri kokoh. Kayu yang digunakan untuk membuatnya pun tidak banyak. Ukurannya sederhana, ada yang panjang dan lebarnya satu meter, adapun yang dua meter. Itu saja, tidak ada yang lebih besar dari itu. Atapnya tergantung dari pemiliknya, ada yang atap rumah-rumahnya dari seng, ada juga dari terpal dan ada juga yang masih menggunakan atap dari daun enau atau rumbia.
Tepat di samping rumah-rumah milik bapak Budi, ada pohon sirsak. Kalau berbuah tepat saat padi mulai mengeluarkan bulir bijinya secara rata, biasanya buah sirsak ini menjadi santapan untuk mengisi waktu saat menjaga padi dari burung pipit. Ah nikmat sekali rasanya menikmati buah sirsak segar di tengah hamparan padi.
Jika padi sudah mengeluarkan bulirnya secara rata, para petani akan berada di sawahnya hingga sore hari. Mereka menjaga padinya dari burung pipit. Penjagaan ini terus dilakukan hingga panen tiba. Budi pun sering menghabiskan waktunya di sawah. Nyaman saja katanya berada di sawah, apalagi jika sore hari. Suasananya sejuk dan tenang. Suara-suara burung sesekali terdengar.Â
Saat Budi berkunjung ke sawah, cuaca mulai mendung. Dia berangkat siang hari. Sawah yang digarap oleh bapaknya, jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Hanya sekitaran lima ratus meter jaraknya. Jika berangkat ke sawah, kita melewati kebun yang dulunya merupakan sawah, hanya saja dialih fungsikan dengan ditanami cokelat. Ada juga yang ditanami cengkeh dan juga jagung serta kacang tanah. Â Ada yang berhenti menanam padi karena memang air yang selalu digunakan untuk mengairi sawah sudah berkurang. Dan jika hujan tidak turun, maka padi akan mati.
Budi duduk di atas rumah-rumah, melihat sekeliling. Terlihat dua orang petani mencabuti rumput liar yang tumbuh di sawahnya. Tentu saja dua orang petani itu masing-masing mencabuti rumput liar di sawahnya masing-masing. Memang rumput liar yang tumbuh di sawah cukup banyak. Walaupun malai padi sudah keluar, masih saja petani sibuk mencabuti rumput liar.
Setelah dua orang petani tersebut mencabuti rumput liar, mereka pun beristirahat. Dua orang petani yaitu Jamal dan Samhadi berjalan menuju rumah-rumah milik Budi. Mereka memang biasanya saling bercerita untuk melepas lelah.
Sekarang saat terjadi anomali cuaca. Hujan menjadi tidak jelas kapan datangnya. Dikiranya sudah musim kemarau, tapi malah masih saja hujan. Hujan sering mengguyur hingga berhari-hari, kadang juga hujan di malam hari. Terkadang cuaca cerah hanya setengah hari.
Pernah juga musim kemarau lumayan panjang. Curah hujan sangat rendah. Air yang digunakan untuk mengairi sawah semakin kecil, bahkan kering. Padi yang sudah mau mengeluarkan malai pun banyak yang mati. Sebagai solusi,maka petani harus menyiram padinya dengan menggunakan air selang.
Sudah tiga musim padi petani terus diserang tikus. Menggerek hingga batang batang padi patah. Tikus-tikus menyerang di malam hari. Orang-orangan sawah sudah tidak mempan untuk membuat tikus takut. Membuat hamparan padi terlihat ada kubangan di tengah-tengahnya.
Musim tanam kali ini lebih parah. Semenjak padi selesai ditanam, hujan terus mengguyur, terkadang hanya sehari cuaca cerah, setelah itu hujan lagi. Yang semakin berkembang biak adalah wereng. Jadi, sambil tikus yang terus menggerek batang batang padi, wereng pun juga menyerang. Betul-betul musim yang meresahkan.