Mohon tunggu...
Nur Annisa
Nur Annisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Kesabaran Terhalang Kesombongan

29 Maret 2018   20:20 Diperbarui: 29 Maret 2018   20:25 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Cerita berawal dari sebuah desa terpencil, disana hidup sebuah keluarga. Mereka hidup dengan penuh keterbatasan, sang bapak hanya bekerja sebagai pekerja serabutan kayu, sedangkan sang ibuk hanya sebagai pencari kayu bakar di hutan dekat dengan rumahnya. Mereka juga mepunyai seorang anak, dia sudah berumur 12 tahun. Setiap hari sang anak membantu ibunya mencari kayu bakar. Keluarga ini sangat rajin beribadah, mereka tidak pernah terlambat kalau masalah beribadah di musholla di dekat rumah mereka. Terkadang anaknya yang menjadi muadzin dimusholla tersebut.

Suatu ketika pemilik musholla, mengobrol bersama bapak tersebut ketika sehabis sholat isya, mereka mengobrol dengan santai sambil ketawa melepas kepenatan, sampai di tengah-tengah pembicaraan, sang pemilik musholla bertanya mengenai pekerjaanya hingga kepenghasilany, sang bapak pun menjawab dengan sedih mengenai pekerjaanya dan keseharianya. Sang pemilik pun merasa iba dengan kisah sang bapak, dan dia pun merenung dan terdiam. Hingga sang bapak oun berpamitan kepada sang pemilik musholla.

Keesokan harinya sang pemilik musholla memanggil pekerjanya dan menenyakan tentang sang bapak tadi malam. Sang pemilik mosholla ini adalah orang yang terpandang dan paling di hormati di desa tersebut. Sang pemilik musholla pun menyuruh pekerjanya untuk memanggil sang bapak dan di undang kerumahnya nanti malam. Pada malam harinya sang bapak memenuhi undangan dari sang pemilik musholla, sang bapak bingung sekligus takut, takut kalo nantinya akan terjadi apa-apa.

Sesampainya di rumah sang pemilik musholla, sang bapak di persilahkan duduk di ruang tamunyayang sangat megah, pemilik musholla mengajak berbincang sang bapak sampai ke inti pembicaraan sang pemilik musholla menginginkan sang bapak untuk merawat sepasang sapi yang di miliki pemilik musholla, dengan perjanjian jikalau sapi betina melahirkan sapi berjenis kelamin betina, maka sapi tersebut menjadi milik sang bapak dan jika melahirkan sapi berjenisnkelamin jantan maka sapi tersebut menjadi milik sang pemilik musholla. Akhinya sang bapak pun ulang sambil membawa sapi tersebut dan di ketahui sang bapak sapi betina tersebut sedang mengandung.

Setelah satu bulan sapi tersebut melahirkan sapi betina dan sang bapak pun sangat gembira karena yang lahir adalah sapi betina, setelah satu tahun lamanya akhirnya sapi sang bapak pun bertambah, dan otomatis kehidupan bapak tersebut pun mulai membaik sampi-sampai sang bapak di juluki sebagai juragan sapi. Tetapi seiring bertambahnya ekonomi sang bapak dan keluarga, semakin tenggelam pula sang bapak kedalam kesombongan, sang bapak yang awalnya rajin beribadah sekarang sudah mulai melupakan, dansang bapak pun tak pernah lagi ke musholla, hingga sang pemilik musholla mulai merasakan keanehan.

Suatu ketika sang pemilik musholla menyuruh pekerjanya untuk pergi kerumah sang bapak, untuk mengingatkan sang bapak membayar zakat ternak sapinya. Akan tetapi sang bapak menoklaknya dengan mentah-mentah sambil marah-marah kepada sang pekerja. Sang pekerja pun pulang dan melapor kepada pemilik musholla. Pemilik musholla menanggapinya dengan sabar.

Setelah selang beberapa lama sang pemilik musholla meninggal, orang-orang banyak yang berdatangan ke rumah pemilik mushola, wajar karena pemilik musholla adalah orang yang sangat di hormati, banyak dari mereka yang merasa kehilangan sosok pemilik musholla terebut. Kabar kepergian pemilik mushollapun sampai ketelinga sang bapak, tapi tanpa tau rasa terimakasih sang bapak acuh terhadap hal tersebut. Hingga pada suatu saat terjadi sebuah musibah yang tidak terduga sebelumnya oleh sang bapak dan keluarga, hampir semua sapi milik si bapak terkena wabah yang tidak di ketahui.

Setelah kejadian tersebut si bapak pun kembali jatuh miskin, dan dari musibah tersebut si bapak pun sadar dengan apa yang telah di perbuat, dia sangat menyesalinya hingga dia tidak tau harus berbuat apa. Smpai akhirnya dia kembali menemukan jalan yang benar ketika melihat musholla, tempat dimana dia dulu sering berdoa dan mengemis memohon pertolangan kepada Allah SWT.

Dari cerita diatas kita bisa memetik kesimpulan bahwasanya kita sebagai makhluk sosial   harus punya rasa terimaksih, dan jangan sampai harta yang telah kita miliki membuat diri kita sombong dan melupakan kewajiban kita sebagai umat.

Semoga cerita di atas bisa menginspirasi diri kita, dan membuat diri kita bisa menjadi insan yang lebih baik. Sekian artikel dari saya semoga bermanfaat, dan sampai keemu di artikel selanjutnya ........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun