Mohon tunggu...
Nurani Soyomukti
Nurani Soyomukti Mohon Tunggu... -

Penulis Lepas, Pekerja Sosial dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Perpustakaan) Pemerintah dan Minimnya Budaya Baca di Trenggalek!

7 Juni 2016   09:42 Diperbarui: 7 Juni 2016   10:00 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar dua bulan lalu,  selama dua hari saya menjadi salah satu (dari tiga) Juri lomba literasi yang bertajuk "Lomba Implementasi Budaya Baca tingkat SMA/SMK/MA" se-Kota Blitar. Ada 21 peserta, tiap peserta terdiri dari tim yang terdiri dari tiga anak. Ini adalah untuk kedua kalinya jadi juri di perpustakaan kota Blitar, sejak tahun lalu.

 Hal yang saya tanyakan kali ini adalah pada pihak panitia dari Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Blitar melalui Kepalanya Pak Hadi Maskun, sosok yang semangat literasinya luar biasa. Saya bertanya untuk mengetahui apakah dalam Lomba tahun lalu di tingkat bakorwil dari kabupaten saya (Trenggalek) juga ikut?

Karena Pak Kepala tidak mengantar langsung di lomba tingkat Bakorwil (Madiun), maka ia minta Mbak Wahyu (ketua panitia menceritakan). Dari cerita beliau sambil mengingat acara tahun lalu, Trenggalek ternyata mengirimkan. "Ada kok, mas. Trenggalek waktu itu ada", katanya.

Berarti tahun lalu Trenggalek mengirimkan delegasi dari Kabupaten untuk Lomba Implementasi Budaya Baca, dimana ‘leading sektor’ kegiatan ini adalah Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Pertanyaan berikutnya adalah: Apakah peserta yang dikirimkan ke tingkat Bakorwil adalah peserta terbaik hasil seleksi seperti dilakukan kota Blitar? Itu yang saya tidak tahu. Dan ini yang kemudian saya selidiki. 

Kalau sudah alhamdulillah. Tapi jika belum, maka saatnya pemerintah kabupaten Trenggalek melakukan hal yang sama. Tidak hanya main tunjuk. Tapi ada kompetisi. Tapi jika tidak ada (belum ada), maka ini harus jadi “pekerjaan rumah”  pemerintahan baru dibawah nahkoda Pemimpin (Mas Emil dan mas Ipin) yang sebaiknya  mendorong agar kompetisi melalui implementasi budaya baca tersebut bisa terlaksana setidaknya tahun depan.

Kompetisi ini asyik sekali karena setidaknya, menurut saya,  punya manfaat dua hal:  Pertama, lomba ini bertema (meringkas/meresume buku) kisah pahlawan. Sehingga bisa meningkatkan rasa nasionalisme di kalangan pelajar dan anak-anak muda. Bukan hanya membuat mereka paham kisah bapak dan tokoh bangsa, tapi juga membuat mereka "terbrainwash" dengan pemikiran para pendiri dan tokoh bangsa.

Kedua, proses dalam lomba ini jelas akan membuat anak-anak jadi semakin terliterasikan, menjadi cerdas, tercerahkan dan terbuka wawasan. Sebab prosesnya luar biasa, benar-benar membuat mereka membutuhkan ketrampilan membaca dan memahami teks buku. Anak-anak disuruh meringkas buku kisah pahlawan dan tokoh bangsa (Soekarno, Hatta, Cokro, Kartini, Bung Tomo, Gajahmada, Tjoet Nyak Dien, Pak Dirman, Gus Dur, Ki Hajar, dll). Lalu hasil ringkasannya akan dipertanggungjawabkan di depan Juri.

Lalu mereka juga diberi sesi 5 menit untuk melakukan kampanye membaca. Saya berharap di Trenggalek kegiatan ini benar-benar diadakan, mengingat manfaatnya yang luar biasa. Leading sector yang berkaitan dengan kegiatan semacam ini, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, bertanggungjawab untuk mengadakannya. Sebab ini adalah harapan Kantor Perpustakaan dan Arsip Pusat dan Propinsi yang mengadakan Lomba untuk tingkat di atas Kabupaten/Kota. Tujuannya amat baik dan mulia, membuat budaya baca benar-benar diimplementasikan untuk anak-anak sekolah.

Upaya meningkatkan budaya baca harus betul-betul disadari oleh pemerintah, terutama para pejabat di “leading sector” pelayanan yang ada. Harus ada terobosan. Jangan hanya memperbaiki gedung dan menambah buku tiap tahun, tapi tidak meningkatkan daya tarik terhadap budaya baca. Pemerintah harus aktif agar budaya baca meningkat. Ia bisa kerjasama dengan para penggerak literasi yang belakangan semakin tumbuh di Kabupaten Trenggalek.

Perpustakaan Trenggalek juga belum punya ikatan pustakawan yang anggotanya terdiri dari   aktivis taman bacaan, penulis, dan peminat kepustakaan. Pada hal di berbagai kota sudah berdiri. Artinya, budaya membaca bisa ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang berminat pada budaya baca tersebut. []

*) Nurani Soyomukti, penulis dan pekerja sosial, pengelola Taman Bacaan SEKAR Karangan Trenggalek.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun