Berbicara mengenai maksimasi keuntungan, maka terlebih dahulu kita perlu memahami  tentang motivasi produsen dalam berproduksi. Apakah kalian tahu apa motivasi yang sebenarnya menggerakan produsen dalam kegiatan produksi? Lalu apakah tujuan produsen ketika menghasilkan barang dan jasa bagi konsumen? dan apakah produsen Islami sekedar mencari keuntungan maksimum sebagaimana dalam pandangan ekonomi konvensional, atau sebaliknya sama tidak mencari keuntungan? Jawaban dalam hal ini akan diperoleh dengan mudah dengan memperhatikan tujuan kegiatan produksi dalam ekonomi Islam dan tujuan dari kehidupan seorang Muslim di dunia ini.
Anggap saja bahwa motivasi utama bagi produsen adalah mencari keuntungan material (uang) secara maksimal sedangkana dalam ekonomi konvensional hal itu sangatlah dominan, meskipun kemungkinannya juga masih terdapat motivasi yang lainnya. Produsen adalah seorang profit seeker sekaligus profit maximizer. Dimana strategi, konsep dan teknik berproduksi semuanya di arahkan untuk mencapai keuntungan maksimum, baik dalam jangka pendek (short run profit) atau jangka panjang (long run profit).Â
Pada dasarnya kita pasti sangat paham bahwa satu-satunya fungsi dunia usaha adalah untuk melakukan aktivitas yang ditunjukkan untuk meningkatkan keuntungan, sepanjang hal tersebut didasarkan pada aturan main yang ada. Oleh karena itu, mereka hanya perlu berpartisipasi dalam persaingan bebas dan terbuka tanpa ada kecurangan dan pemalsuan atau penipuan. Dalam hal ini maka produsen hanya diwajibkan untuk patuh pada hukum (rule of the game) saja. Disamping itu, banyak di antara ekonom Barat yang merekomendasikan bahwa tugas-tugas soasial, atau apapun bentuknya, merupakan kewajiban pemerintah untuk menanganinya, sehingga dunia usaha tidak perlu ikut campur dalam hal ini.
Beberapa isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produsen ini adalah mengenai etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal pun telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya pun, motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya, meskipun mengkin tidak melakukan pelanggaran hukum formal.Â
Dimana segala hal perlu dilakukan untuk mencapai keuntungan setinggi-tingginya. Sangatlah mudah mencari contoh dalam dunia nyata tentang permasalahan ini. Salah satu contoh yang terjadi dalam skala internasional adalah adanya masalah etika yang serius ketika negara-negara maju menginpor kayu dalam jumlah besar yang merupakan hasil curian dari hutan negara-negara seperti Brazil dan Indonesia. Sehingga yang terjadi illegal logging, akhirnya telah banyak memberikan support kepada perekonomian negara-negara maju karena dengan menggunakan illegal logging mereka bisa menekan biaya produksi dalam jumlah yang signifikan yang berarti akan memperingan beban perekonomian mereka.Â
Tuntutan dan sekaligus protes yang diajukan oleh negara-negara penghasil kayu terbesar di dunia seperti Brazil dan Indonesia kepada negara-negara yang membuat legislasi yang melarang warganya untuk tidak mengimpor kayu hasil illegal logging tidak pernah direspon positif. Disini terlihat bahwa adanya usaha untuk terus melestarikan pencurian kayu di negara-negara penghasil kayu seperti Brazil dan Indonesia. Dengan tidak adanya legislasi mengenai hal ini, maka secara formal masyarakat di negara-negara maju merasa sah dalam mengkonsumsi kayu hasil curian tersebut.
Tindakan seperti di atas tentu sangat merugikan negara-negara seperti Brazil dan Indonesia tersebut, oleh karenanya hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika yang amat serius. Jika di dalam dunia usaha tidak ada yang ikut memikirkan dan mengambil tindakan dalam usaha yang dilakukan untuk memikirkan dan mengambil tindakan dalam usaha mengatasi masalah sosial dan etika, maka hal tersebut tentunya justru akan merusak mekanisme alokasi yang dipunya oleh pasar, karena hal itu sama sekali tidak berdasar.Â
Justru sebaliknya, dalam kasus illegal logging yang di permisalkan di atas, memungkinkan terjadinya atau timbulnya misalokasi dari sumber daya yang dipakai dalam ekonomi, sebab input yang dipakai dalam produksi tidak sepenuhnya diperhitungkan dalam biaya produksinya. Selain itu, hal ini akan meningkatkan jumlah permintaan dalam taraf yang subtansial terhadap kayu-kayu hasil illegal loggingyang seterusnya akan terjadi, yang juga akan menimbulkan kerusakan terhadap hutan dengan tingkat yang semakin cepat sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan lingkungan global yang sangat serius.
Permisalan-permisalan tersebut menunjukkan bahwa motivasi produsen untuk memaksimumkan keuntungan sering kali merugikan pihak lain, sekaligus diri sendiri. Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan dari produksi adalah untuk menyediakan kebutuhan material dan spiritual untk menciptakan mashlahah maka motivasi produsen tentu saja untuk mencari mashlahah, di mana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang Muslim.Â
Dengan demikian, maka produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Pada dasarnya mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang hal tersebut masih berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.
Jika tujuan suatu businessadalah mencari keuntungan, lalu mungkinkah maksimasi keuntungan telah ditinggalkan?