Mohon tunggu...
Ria Astuti
Ria Astuti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menikmati Perjalanan :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Telinga Sunyi

23 September 2012   17:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13484186891033873469

[caption id="attachment_207490" align="aligncenter" width="368" caption="Ilustrasi : http://www.facebook.com/pages/titiktemu"][/caption]

Telinga sunyi

Mendengar kekosongan bunyi

Menutup peka inderawi

Mendengar yang tak terdengar...

,

Ketika sesuatu yang berada di dalam

mulai membicarakan hal-hal terlarang

mulai memancing melalui kail-kail kecenderungan

mulai menyalakan api karma

dimana suatu saat yang tepat

akan sempurna membakar !

telinga sunyipun mulai hanyut

dalam rasa takut

dikejar kekhilafan yang pengecut…

,

Malam ini,

mata sunyi mulai menangis...

basah oleh peluh penuh keluh kesah

telinga sunyi mendengarnya...

yang di dalam mulai berteriak-teriak

mengakui kesalahan sesesal-sesalnya

air mata tak ubahnya teriakan serak si bisu...

nyaring namun tak terdengar

tapi sempurnaNya,

telinga sunyi mendengar..

,

Yang di dalam

ingin kembali

ingin pulang

ingin mengulang

pada hangatnya

kasih Sang Kekasih...

,

AgungNya,

Sang Kekasih tak pernah terluka

KasihNya berlian murni

berkilau dalam ketulusan

tak peduli kesalahan-kekhilafan menggunung

Pintu kembali selalu terbuka

membentang terentang

selalu tersedia hangatnya kasih sayang

untuk yang tetap mau kembali pulang...

Agungnya sebuah ketulusan

tak terluka pada penghinaan

tak berkurang nilainya

hanya karena pengkhianatan makhluk

pada janji-janjinya di alam rahim

AgungNya,

Tak berkurang sama sekali

dan tak bertambah

Hanya karena dosa dan pahala

Yang dikumpulkan sejagad dunia…

***

Yang di dalam adalah awal kehidupan dari apa-apa yang ada di luar. Perlahan masuk ke dalam pada keadaan sunyi, akan membawa pencerahan bagi kelamnya keadaan di luar. Segelap apapun keadaan di luar, itu adalah cermin yang terpantul dari apa yang menyala di dalam. Nyala cahaya di dalam mungkin redup atau bahkan hampir mati, beruntung ada fitrah cahaya yang selalu penuh kasih menyalakanNya kembali, senantiasa menerangi gelapnya dinding-dinding kesalahan, sebelum waktu benar-benar bosan menghitung detik. Pertanyaannya, apakah waktu akan berhenti ketika cahaya terang benderang atau ketika gelapnya membekap?

__________

Salam Muhasabah… .

Tulisan terkait sunyi;

Diam Yang Bergerak

Melumpuhkan Sunyi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun